Green Lifestyle
‘Bibit’ Di Balik Otak Menanam Pohon Pengganti Kertas Surat Suara Pemilu
Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan merancang konsep green election karena kecintaannya terhadap alam dan lingkungan.
Minggu, 24 Maret 2024
Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan merancang konsep green election karena kecintaannya terhadap alam dan lingkungan. (Tim Media Hijau).
Denpasar. Mungkin, belum banyak orang mengenal I Dewa Agung Gede Lidartawan, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali. Tetapi, dia adalah sosok di balik gerakan menanam pohon untuk menggantikan kertas surat suara pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 14 Februari 2024 lalu.
Ide cemerlangnya itu diadopsi oleh KPU di seluruh provinsi. Walhasil, menanam pohon menjadi gerakan kolektif bagi penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu), baik di tingkat nasional, hingga tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Di Bali, total pohon yang ditanam sebanyak 118.099 bibit dengan jenis tanaman hutan dan tanaman buah yang disebar mulai dari lahan pribadi hingga terpusat. Sedangkan, tingkat nasional, jumlah pohon yang ditanam mencapai hampir 10 juta.
“Dalam rangka menyelamatkan lingkungan, saya merancang setiap orang yang terlibat di pemilu itu wajib menanam pohon. Mereka harus berkontribusi terhadap rusaknya alam, penggunaan surat suara. Kertas itu kan dari pohon yang ditebang, jadi kita ganti,” ujarnya saat ditemui MediaHijau di kantornya, Rabu (20/3).
Ketika itu, KPU RI menghitung total kebutuhan kertas untuk Pemilu 2024 sebanyak 65.998.000 ton. Kalau dihitung dengan 5.709.898 bibit pohon yang ditanam, maka setiap pohon akan menggantikan sekitar 11,6 kilogram (kg) kertas.
“Saya berpikir, loh ini kalau (pohon) terus ditebang ya kering lah (lahan). Belum lagi, kita sempat kekurangan bubur kertas, bahkan sampai mau cari ke luar negeri. Dari sana lah, tidak bisa begini terus, apalagi kita pemilu kan 5 tahun sekali. Lalu, terpikir berapa juta kertas surat suara yang dipakai, kita ganti (dengan menanam pohon),” imbuhnya.
Tidak cuma mengganti kertas surat suara terpakai dengan menanam pohon, Lidartawan sebetulnya mengaku ingin sekali ‘mengharamkan’ pemasangan spanduk atawa baliho yang terpaku di banyak pohon di pinggir jalan. Rasa-rasanya ketinggalan zaman loh!
“Ngapain lagi pasang baliho, sementara digital sudah mulai? Kan bisa menggunakan hal-hal yang lebih baik (kampanye) dengan media sosial, video pendek 2 menit, sehingga tidak mengotori alam. Karena, sampah (spanduk dan baliho) itu luar biasa,” ujarnya.
Hobi Berkebun
Inisiatif merancang ‘green election’ ini lahir karena kepedulian Lidartawan terhadap alam dan lingkungan. Maklum, ia sendiri berlatar belakang pendidikan teknologi pertanian dan sempat mengabdikan diri sebagai dosen di Universitas Udayana.
Di lingkungan keluarga pun, pria asal Bangli ini terbiasa dengan kegiatan berkebun dan bercocok tanam. Kebiasaan tersebut sudah ditanamkan sejak era kakek-nenek sampai ke orang tuanya.
“Saya harus menjaga alam supaya kita tetap makan. Jadi, saya menanam kebanyakan kebutuhan sehari-hari, di rumah orang tua, di rumah saya hingga di kantor KPU. Saya menanam padi, cabai, ada durian, rambutan, nangka, jambu, manggis, jeruk nipis, dan lain-lain,” terang Lidartawan.
Ia juga mengaku gemar memasak. Ia kerap mengambil bahan-bahan yang dibutuhkan untuk memasak dari halamannya sendiri, baik di rumah maupun di kantor.
“Di sini (kantor KPU) saya nanam cabai, jeruk nipis, kalau butuh ya tinggal petik,” jelasnya.
Wartawan : Ronatal Siahaan
Penulis : Gungsri Adisri
Komentar