Green Lifestyle
Dulu Pelaku Ilegal Logging, Kini Pahlawan Lingkungan
Poer Hadinata (46), pemilik penginapan Java Turtle Lodge, insaf dari pelaku ilegal logging. Kini ia menawarkan ekowisata di Taman Nasional Meru Betiri.
Sabtu, 09 Maret 2024
Poer Hadinata (46), pemilik penginapan Java Turtle Lodge, insaf dari pelaku ilegal logging. Kini ia menawarkan ekowisata di Taman Nasional Meru Betiri. (PEXELS/Tim Media Hijau)
Banyuwangi. Poer Hadinata (46) turun dari kursi pengemudi Toyota Fortuner setibanya di halaman parkir Java Turtle Lodge Meru Betiri, penginapan yang dibangunnya 10 tahun lalu. Sembari membopong tas ransel ala ‘backpacker,’ sepasang bule mengikuti dari belakang Poer.
“Saya habis jemput londo (bule) dari Bandara Banyuwangi nih, mbak!” ungkap Poer dengan senyum merekah seraya menyapa saya yang duduk di ruang makan sembari berlalu mengantar tamu barunya tersebut.
Tak berselang lama, Poer bergabung dengan saya di satu dari empat meja makan yang tersedia di ruangan itu. “Begini lah saya, mbak, turun tangan langsung jemput tamu,” katanya membuka percakapan.
Poer berkendara kurang lebih 150 kilometer (km) untuk menjemput tamu dari tempat penginapan ke Bandara Banyuwangi dan kembali ke penginapan, Java Turtle Lodge. Dia menghabiskan waktu kurang lebih empat jam berkendara pulang pergi.
Poer membangun Java Turtle Lodge sejak 2014. Bukan perkara mudah, mengingat dia harus mencicil seluruh material bangunan satu per satu dan menjadi tukang bangunan untuk proyeknya sendiri. Proyek yang jadi mimpinya. Beruntung ada sang istri yang rela bahu membahu membantu Poer membangun dari nol.
Sampai pada 2019, Java Turtle Lodge selesai dibangun dan berdiri kokoh. Dimulai dari empat kamar tamu bergaya pondok kayu. Lantainya pun kayu dipelitur mengkilap yang memberi kesan mewah. Sementara, kamar mandinya didesain alami dengan bebatuan di lantai dan tembok semen.
Sial, pandemi COVID-19 melanda pada 2020. Poer menelan pil pahit. Usahanya yang baru saja mau dimulai, terpaksa berhenti karena pemerintah membatasi mobilitas orang. Tapi Poer tak patah arang. Ia kembali bekerja, melaut menjadi nelayan dan berjualan buah-buahan.
Di sela-sela waktunya, ia meneruskan pembangunan penginapannya. Dengan harapan, saat pandemi berakhir, Poer bisa meraup cuan hasil kerja kerasnya. Benar saja, pada 2022 tamu mulai berdatangan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Pelan tapi pasti, Poer bangkit.
Java Turtle Lodge yang kini menawarkan sembilan kamar selalu terisi penuh. Tamu masuk-keluar seperti tak mengenal musim. Pundi-pundinya pun bertambah tebal.
Poer tak lagi berkeinginan menambah jumlah kamar di Java Turtle Lodge. Tetapi, ia menambah kuda besinya. Saat ini, ia memiliki lima jip, mobil serbaguna 4X4 yang kuat di medan bebatuan. Bukan sebagai kolektor, melainkan untuk mengangkut tamu-tamu yang bertandang ke Taman Nasional Meru Betiri.
Perlu diketahui, Taman Nasional Meru Betiri terletak di perbatasan dua kabupaten di Jawa Timur, yaitu Jember dan Banyuwangi. Taman nasional ini memiliki luas 58.000 hektare (Ha).
Untuk masuk ke taman nasional ini, pengunjung harus melewati hutan sepanjang 17 km dengan jalan rusak, bebatuan, lumpur, dan melewati tiga anak sungai. Jip adalah satu-satunya kendaraan roda empat yang mampu melewati jalan tersebut.
Memiliki banyak jip berarti meningkatkan kapasitas tamu yang bisa dibawa berkunjung ke Taman Nasional Meru Betiri. Setidaknya 4-6 tamu bisa diangkut sekali jalan dengan jip tersebut. Terutama, saat musim liburan atau akhir pekan. “Walaupun ada juga tamu yang maunya privat. Hanya berdua dalam satu jip atau sekelompok saja,” kata Poer.
Ekowisata Meru Betiri
Taman Nasional Meru Betiri merupakan kawasan hutan lindung. Pada 1972, kawasan ini ditetapkan sebagai suaka margasatwa untuk harimau jawa. Kawasan ini baru berstatus Taman Nasional pada 1997 silam.
Ekosistem di kawasan ini terdiri dari hutan pantai, hutan payau, hutan hujan tropika, hutan rawan, dan reofit. Sedikitnya 500 jenis flora tumbuh dan berkembang di hutan tersebut, dengan flora endemik adalah bunga padmosari.
Sementara itu, 325 jenis fauna terdiri dari reptil, burung, serta serangga, dengan fauna endemik adalah macan tutul banteng, kijang, burung merak, elang jawa, kukang, lutung jawa, dan penyu hijau.
Saat ini, aktivitas paling populer adalah mengamati penyu bertelur di Pantai Sukamade pada malam hari. Tak hanya itu, pengunjung juga bisa melepasliarkan anak penyu yang sudah menetas di pagi harinya sebagai bagian dari kegiatan konservasi.
Taman nasional ini juga menjadi rumah bagi habitat tumbuhan langka, yaitu padma Rafflesia Zollingeriana, yang menjadi endemik di Jawa. Selain beberapa tumbuh-tumbuhan obat-obatan, seperti bakau, api-api, waru, nyamplung, dan bungur.
Baca juga:
Lebah, Pahlawan Iklim Tanpa Tanda Jasa
Pada survei 2008 silam, juga terungkap setidaknya ada 27 spesies anggrek di taman nasional ini.
Poer menyadari potensi wisata dari Taman Nasional Meru Betiri. Karenanya, ia ‘kerja rodi’ mengedukasi masyarakat sekitar untuk menjaga kelestarian hutan. Sebagai gantinya, ia dan masyarakat sekitar bisa memfasilitasi tamu untuk berkunjung dan berpetualang.
“Di tempat saya (Java Turtle Lodge), saya menawarkan penginapan kepada tamu dan ekowisata Taman Nasional Meru Betiri, melihat penyu bertelur, melepas anak penyu, dan menanam pandan. Setelah itu, mereka kembali ke sini dan tur selesai,” jelasnya.
Menurut Poer, kecantikan Taman Nasional Meru Betiri sudah bergema hingga ke luar negeri. Tidak heran, banyak tamu-tamunya berasal dari Eropa, Australia, dan Amerika. Sebagian kecil saja tamu-tamu domestik. “Bule itu kagum loh sama kekayaan alam kita. Jadi, kita perlu menjaga hutan ini,” lanjutnya.
‘Pencuri Kayu’ Insaf
Jauh sebelum mendulang cuan dari wisata alam Taman Nasional Meru Betiri, Poer adalah salah satu pelaku ilegal logging. Ia menebang pohon-pohon di kawasan hutan dan menjualnya Rp 1 juta per kubik dalam seminggu. “Saya belum tahu saat itu, kalau saya bisa ‘menjual’ alam tanpa merusak,” tuturnya.
Ia mengaku insaf telah mengeksploitasi hutan. Setelah memahami pentingnya menjaga kelestarian hutan, dia membentuk kelompok Masyarakat Ekowisata Rajagwesi (MER). Di sana, ia mengajak masyarakat untuk berbalik arah menjaga hutan.
Poer boleh dibilang paling beruntung, karena lebih dulu menyadari ‘dosanya’ kepada lingkungan dan alam. Itu lah ia mengapa membangun Java Turtle Lodge dan menggiring tamunya berekowisata di Taman Nasional Meru Betiri.
“Ternyata, saya bisa ‘menjual’ alam tanpa merusak. Maka, sekarang lah saatnya saya memberi kembali untuk alam, lingkungan, dan masyarakat sekitar,” terang Poer.
Ekowisata yang digagasnya memberi berkah. Dari sana, ia merangkul masyarakat yang masih tipis modal untuk bekerja di Java Turtle Lodge. “Saya ajak semua, ada yang jadi sopir jip bawa tamu. Ada yang bantu-bantu di penginapan bersih-bersih atau masak-masak,” tuturnya.
Hingga kini, Poer telah mempekerjakan 15 orang. Tapi, ia mengaku tak berambisi jadi kaya raya. Karenanya, sebagian keuntungannya pun dipersembahkan untuk program tanggung jawab sosial, seperti berdonasi ke tempat-tempat ibadah, masjid maupun gereja, sekolah, dan menyiapkan mobil untuk warga yang darurat ke rumah sakit.
“Saya nggak berambisi menjadi kaya raya, yang penting bisa bermanfaat buat orang lain dan lingkungan. Satu lagi cita-cita saya adalah mengajarkan bahasa Inggris kepada anak-anak sekolah sekitar agar daerah di sini maju. Kan tamu bulenya banyak,” ungkap Poer.
Poer sendiri mengaku belajar bahasa Inggris secara otodidak, saking seringnya berinteraksi dengan tamu-tamu asing. Ia hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) yang berasal dari Genteng, Banyuwangi.
Wartawan : Gungsri Adisri
Penulis : Gungsri Adisri
Komentar