Green Lifestyle
Gangguan Mental Bisa Menular di Kalangan Remaja
Pemikiran, perasaan, perilaku, dan suasana hati berdampak besar pada fungsi dan hubungan sehari-hari.
Sabtu, 08 Juni 2024
Ilustrasi. Penelitian yang dilakukan Universitas Helsinki mengungkap bahwa gangguan mental dapat menular di kalangan remaja. (PEXELS/RDNE Stock Project).
Denpasar. Gangguan mental, khususnya terkait suasana hati, kecemasan dan gangguan makan, bisa menyebar dalam kelompok sosial remaja. Temuan tersebut terungkap dalam penelitian yang dipimpin oleh Universitas Helsinki.
"Penelitian sebelumnya menunjukkan gangguan mental dapat ditularkan dari satu individu ke individu lain dalam jaringan sosial. Namun, terdapat kekurangan bukti epidemiologi berbasis populasi yang berkaitan dengan seluruh gangguan mental," tulis studi itu, dilansir earth.com, Kamis (6/6).
Tim peneliti mempelajari fenomena itu dengan memeriksa jaringan sosial yang terbentuk di kelas sekolah. Dari sana terungkap bahwa pemikiran, perasaan, perilaku, dan suasana hati seseorang berdampak besar pada fungsi dan hubungan sehari-hari.
Gangguan mental yang umum terjadi pada remaja, yaitu depresi. Depresi ditandai dengan kesedihan yang terus-menerus dan kehilangan minat dalam beraktivitas, hingga perubahan nafsu makan atau pola tidur yang signifikan. Hal ini berbeda dengan gangguan kecemasan.
Secara umum, gangguan kecemasan berarti kecemasan sosial dan serangan panik yang melibatkan kekhawatiran berlebihan, kegugupan, atau ketakutan. Sementara, gangguan pemusatan perhatian atau hiperaktivitas (ADHD) meliputi kesulitan untuk fokus, memperhatikan, dan mengendalikan perilaku.
Adapula gangguan makan berlebihan yang mengakibatkan anoreksia nervosa dan bulimia yang melibatkan gangguan serius dalam perilaku makan serta pikiran dan emosi terkait. Selanjutnya, gangguan bipolar yang terkait dengan episode perubahan suasana hati, mulai dari depresif terendah hingga manik tertinggi.
Remaja bisa mengalami gangguan jiwa karena berbagai faktor. Genetika memainkan peran penting, karena gangguan mental sering kali diturunkan dalam keluarga. Lalu, faktor lingkungan, termasuk peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, trauma, dan pelecehan, serta penelantaran.
Sementara, faktor biologis seperti ketidakseimbangan kimia otak dan perubahan hormonal selama pubertas juga berkontribusi. Sedangkan faktor sosial, seperti tekanan teman sebaya, stres akademis, dan pengaruh media sosial dapat memengaruhi kesehatan mental.
Selain itu juga penyalahgunaan zat dan kondisi kesehatan kronis dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan mental.
Penelitian yang dilakukan Universitas Helsinki merupakan penelitian terbesar dan terinci yang melibatkan lebih dari 700 ribu siswa kelas sembilan dari 860 sekolah di Finlandia. Remaja-remaja ini dilacak dari akhir kelas sembilan selama jangka waktu rata-rata 11 tahun.
Hasilnya, para peneliti menemukan hubungan yang signifikan antara jumlah teman sekelas yang didiagnosis menderita gangguan mental dan peningkatan risiko siswa itu menerima diagnosis serupa di kemudian hari.
"Hubungan yang diamati adalah yang terkuat selam tahun pertama penelitian lanjutan. Hal ini tidak dijelaskan oleh faktor yang berhubungan dengan orang tua, sekolah, dan lingkungan tempat tinggal. Kaitannya paling jelas terlihat pada kasus suasana hati, kecemasan, dan gangguan makan," ujar Profesor Christian Hakulinen.
"Temuan ini secara signifikan memperdalam pemahaman tentang bagaimana masalah kesehatan mental berkembang dan berdampak pada orang lain di jaringan sosial kita," sambungnya.
Meskipun penelitian tersebut mengungkap ada hubungan yang kuat penyebaran penyakit mental, namun tidak berarti ada hubungan sebab akibat langsung. Penelitian ini juga tidak menyelidiki bagaimana gangguan mental dapat ditularkan antar individu.
Wartawan : Gungsri Adisri
Penulis : Gungsri Adisri
Komentar