Green News
Tornado di Bandung, Bagaimana Bisa Terjadi?
Sabtu, 24 Februari 2024
Fenomena tornado menggambarkan suatu kolom udara yang berputar sangat cepat, mulai dari awan badai hingga mencapai permukaan tanah dan biasanya berbentuk seperti corong. Foto ilustrasi tornado: Pexels/Ralph W. Lambrecht
Fenomena tornado kecil yang juga dikenal dengan puting beliung terjadi di Rancaekek, Bandung pada Rabu (21/2). Dampak angin kencang ini terasa hingga wilayah Jatinangor, Sumedang, yang berbatasan dengan wilayah tersebut.
Bagaimana sebenarnya tornado bisa terjadi di Bandung?
Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat menyebut, fenomena ini terjadi sekitar pukul 15.30 WIB hingga 16.00 WIB. Peneliti Senior Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Didi Satiadi mengatakan, fenomena angin puting beliung di Bandung ditandai dengan area terdampak yang luar dan intensitas yang sangat kuat, terlihat dari bangunan rusak dan kendaraan yang terguling.
“Fenomena tornado menggambarkan suatu kolom udara yang berputar sangat cepat, mulai dari awan badai hingga mencapai permukaan tanah, dan biasanya berbentuk seperti corong,” ujar Didi dalam siaran pers BRIN, dikutip Sabtu (24/2).
Didi menjelaskan, hasil analisis awal menunjukkan, penyebab dari kejadian puting beliung di Rancaekek, kemungkinan adalah terjadinya konvergensi angin dan uap air di daratan sekitar wilayah pada sore hari. Konvergensi menyebabkan pertumbuhan awan cumulonimbus yang sangat cepat dan melua yang membebaskan panas laten dan meningkatkan aliran udara ke atas.
Aliran udara ke atas atau updraft yang semakin kuat akan menumbuhkan lebih banyak awan. Siklus umpan balik positif ini, menyebabkan updraft menjadi semakin kuat dan dapat berputar karena adanya perbedaan arah/kecepatan angin.
“Kolom udara yang berputar semakin kuat dapat mencapai permukaan tanah dan menghasilkan puting beliung,” kata dia.
Profesor Riset Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Eddy Hermawan menjelaskan, hampir semua kejadian ekstrim seperti puting beliung di Rancaekek sulit diprediksi kehadirannya. Selain terbatasnya data beresolusi tinggi, mekanisme pembentukan pusaran angin tersebut belum dipenuhi sepenuhnya.
Ia menduga perubahan tata guna lahan ikut mempengaruhi. Kawasan ini semula merupakan kawasan hijau dengan banyak pepohonan, tetapi berubah menjadi kawasan industri. “Kawasan seperti ini biasanya rawan diterjang pusaran angin,” kata dia.
Menurut Eddy, industri banyak menghasilkan gas emisi, di mana gas ini tidak dapat leluasa kembali ke atmosfer, akibat efek rumah kaca. Dengan Lama Penyinaran Matahari (LPM) lebih dari 12 jam, maka kawasan ini sangat panas di siang hari dan relatif dingin di malam hari.
Perbedaan suhu antara malam dan siang sangatlah besar menyebabkan kawasan bertekanan rendah. Kondisi seperti ini menyebabkan kumpulan massa uap air dari berbagai penjuru masuk ke Rancaekek.
Meski mekanisme terjadinya tornado kecil ini agak kompleks, ia memiliki dugaan kuat bahwa pusaran angin ini terjadi akibat adanya pertemuan dua massa uap air, dari arah barat dan timur yang juga diperkuat dari arah selatan Samudera Indonesia.
“Ini memang kejadian langka, kebetulan yang terdampak satu kawasan yang bernama Rancaekek,” kata dia.
Wartawan : Asmaraloka Amerta
Komentar