logo loading

Green News

Suhu Panas Ekstrem, Ular Berbisa Migrasi ke 5 Negara Ini

Suhu panas ekstrem berpotensi menyebabkan ular berbisa bermigrasi ke lima negara, seperti Nepal, Niger, Namibia, China, dan Myanmar.

 Rabu, 08 Mei 2024

Ilustrasi. Negara-negara berpendapatan rendah di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan beberapa bagian Afrika akan sangat rentan terhadap peningkatan jumlah gigitan ular. (Pexels/Donald Tongs)


Denpasar. Studi terbaru menyebut, suhu panas ekstrem berpotensi menyebabkan ular berbisa bermigrasi ke lima negara, seperti Nepal, Niger, Namibia, China, dan Myanmar.

Mengutip the Guardian, temuan tersebut diterbitkan dalam jurnal Lancet Planetary Health. Para peneliti memprediksi, kelima negara tersebut bakalan paling banyak menerima kedatangan spesies ular berbisa dari negara-negara tetangga karena iklim yang memanas.

Negara-negara berpendapatan rendah di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan beberapa bagian Afrika akan sangat rentan terhadap peningkatan jumlah gigitan ular. 

Penelitian tersebut menggambarkan distribusi geografis dari 209 spesies ular berbisa yang diketahui menyebabkan situasi darurat medis pada manusia. Hal ini bertujuan untuk mengetahui di mana spesies ular tersebut mungkin menemukan kondisi iklim yang sesuai hingga 2070.

Sebagian besar spesies ular berbisa akan mengalami pengurangan area sebaranya karena kehilangan ekosistem tropis dan subtropis. Namun, habitat untuk beberapa spesies seperti ular viper gabon Afrika Barat akan meningkat hingga 250%. 

Penelitian tersebut juga menunjukkan, area sebaran ular asp Eropa dan viper bertanduk juga diprediksi lebih dari dua kali lipat pada 2070. Namun, beberapa ular termasuk viper semak variabel yang endemik di Afrika dan viper berhidup babi dari Amerika akan kehilangan lebih dari 70% dari area sebarannya.

“Seiring bertambahnya lahan yang diubah untuk pertanian dan pemeliharaan ternak, habitat alami yang diandalkan oleh ular hancur dan pecah,” ujar Penulis Studi, Pablo Ariel Martinez dari Universitas Federal Sergipe di Brasil dan Talita F Amado dari Pusat Penelitian Biodiversitas Integratif Jerman di Leipzig, Jerman.


Wartawan : Ronatal Siahaan

Penulis : Asmaraloka Amerta

Komentar

Terpopuler