Green Lifestyle
Ada Potensi Dana Rp 14.500 Triliun untuk Iklim dari Pajak Tambahan Perusahaan Berbahan Bakar Fosil
Pajak baru yang diusulkan untuk diterapkan pada perusahaan bahan bakar fosil berpotensi menghimpun US$ 900 miliar atau setara Rp 14.500 triliun untuk pendanaan iklim pada 2030.
Selasa, 07 Mei 2024
Ilustrasi.
Denpasar. Laporan Pajak Kerusakan Iklim menghitung, pajak baru yang diusulkan untuk diterapkan pada perusahaan bahan bakar fosil berpotensi menghimpun US$ 900 miliar atau setara Rp 14.500 triliun untuk pendanaan iklim pada 2030.
“Ini tentunya merupakan cara yang paling adil untuk meningkatkan pendapatan untuk dana kerugian dan kerusakan agar dana tersebut cukup dibiayai dan sesuai dengan tujuannya,” tutur David Hillman, Direktur Kampanye Stamp Out Poverty, seperti dilansir the Guardian, Kamis (2/5).
Salah satu penulis laporan tersebut, Hillman mengatakan, negara-negara yang paling kaya dan ekonominya paling kuat bertanggung jawab paling besar dalam perubahan iklim. Dia pun menyarankan negara-negara tersebut cukup mengenakan pajak lebih ketat pada industri bahan bakar fosil mereka guna menghasilkan puluhan miliar dolar setiap tahun sebagai pendapatan tambahan.
Sementara itu, para penulis laporan lainnya menilai pajak tersebut bisa dikelola dengan mudah dalam sistem perpajakan yang ada.
Mereka memperkirakan dana yang dihimpun dari pajak tambahan dapat mencapai US$ 900 miliar pada 2030 jika diterapkan pada negara-negara Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) 2024. Untuk dapat mencapai dana tersebut, tarif yang dikenakan adalah US$ 5 dolar AS (Rp 81 ribu) per ton karbon dioksida (CO2) setara, meningkat 5 dolar AS per ton setiap tahun
Adapun dari total perkiraan dana tersebut, US$ 720 miliar dolar AS atau setara Rp 11,6 kuadriliun akan dialokasikan ke dana kerugian dan kerusakan. Sementara sisanya sebesar US$ 180 miliar atau setara Rp 1,94 kuadriliun sisanya ditandai sebagai ‘dividen domestik’ untuk mendukung masyarakat di negara-negara kaya dengan transisi iklim yang adil.
Laporan ini didukung oleh puluhan organisasi iklim di seluruh dunia termasuk Greenpeace, Stamp Out Poverty, Power Shift Africa, dan Christian Aid.
Wartawan : Ronatal Siahaan
Penulis : Asmaraloka Amerta
Komentar