Green Lifestyle
Seluk Beluk Target Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia
Data Climate Action Tracker (CAT) dan WRI menyebut Indonesia sebagai negara dengan emisi gas rumah kaca terbesar keempat di dunia pada 2023.
Rabu, 13 Maret 2024
Ilustrasi. Data Climate Action Tracker (CAT) dan WRI menyebut Indonesia sebagai negara dengan emisi gas rumah kaca terbesar keempat di dunia pada 2023. (PEXELS/Tom Fisk).
Mataram. Data Climate Action Tracker (CAT) dan World Resources Institute (WRI) menyebut Indonesia sebagai negara dengan emisi gas rumah kaca (GRK) tertinggi keempat di dunia pada 2023.
Pemerintah Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 93 persen dibandingkan proyeksi business as usual (BaU) yang sebanyak 1,927 miliar ton karbon dioksida ekuivalen pada 2060.
"Indonesia telah menetapkan pengurangan emisi GRK melalui Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC). Diharapkan, pada 2026 sisa emisi GRK hanya tinggal 297 juta ton karbon dioksida ekuivalen," ujar Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna dalam seminar daring bertajuk Tantangan Industri Bioenergi, Selasa (27/2).
Feby menyebut program pengurangan emisi di Indonesia berlangsung melalui berbagai sektor. Sektor energi menargetkan penurunan 116 juta ton karbon dioksida (CO2). Realisasinya melampaui target tersebut, yakni 127,67 ton CO2. Begitu pun dengan sektor kehutanan dan lingkungan hidup.
Peta jalan program penurunan energi tersebut dirangkum dalam dokumen ENDC, yakni dokumen yang diajukan oleh suatu negara yang meratifikasi Paris Agreement. Dokumen ini berisi penetapan terbaru negara tersebut untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan beradaptasi dengan perubahan iklim.
Indonesia menyerahkan dokumen ENDC pada September 2022 lalu yang merupakan pembaruan dari dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) sebelumnya yang diajukan pada 2021.
"Dalam ENDC, penurunan emisi ditingkatkan menjadi 31,89 persen tanpa syarat dan 43,20 persen dengan dukungan internasional," imbuh Feby.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkapkan pemerintah terus berupaya keras dengan mengeluarkan beberapa jurus untuk membidik target penurunan emisi sektor energi.
"Indonesia itu bisa menciptakan market untuk perdagangan karbon, regulasinya sudah selesai, sudah ada transaksi, sudah ada pihak-pihak yang melakukan jual beli. Dapat dikatakan perdagangan karbon sektor ESDM ini sudah jalan, sejak 1 Januari 2024, meskipun tidak secara langsung," ujar Dadan secara terpisah.
Salah satu kendala dalam mewujudkan emisi nol bersih menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati adalah kebutuhan pendanaan. "Pemerintah telah mengalokasikan sekitar 4,1 persen dari anggaran negara untuk upaya pengurangan emisi," ujar Sri Mulyani.
Namun, jumlah tersebut belum memadai, untuk mencapai target NDC 2030 saja, Sri Mulyani menaksir negara akan membutuhkan setidaknya 4,52 kuadriliun rupiah ($310 miliar).
“Itulah mengapa mencapai komitmen NDC tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri. Kami juga membutuhkan korporasi, masyarakat, dan seluruh ekosistem untuk ikut serta,” pungkas Sri Mulyani.
Wartawan : Fathia Nurul Haq
Penulis : Gungsri Adisri
Komentar