logo loading

Green News

Presiden Terpilih Diminta Setop Aktivitas Tambang di Pulau-pulau Kecil

 Jumat, 19 Januari 2024

Ilustrasi. Guru Besar dari sejumlah universitas meminta presiden terpilih nantinya menghentikan kegiatan tambang di pulau-pulau kecil. (PEXELS/Dapur Melodi).


Denpasar. Guru Besar Perencanaan dan Pengelolaan Hutan Universitas Pattimura Agustinus Kastanya meminta presiden dan wakil presiden yang terpilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mampu menghentikan aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil.

Menurut dia, karakteristik ekologi sosial masyarakat pulau-pulau kecil tidak memungkinkan untuk ditambang. “Karena menimbulkan kehancuran ekologi dan memicu konflik pada wilayah-wilayah yang ditambang,” ujar Agustinus dalam diskusi bertajuk Menuntut Janji Capres-Cawapres Selamatkan Pulau Kecil dari Tambang, dilansir Antara, Jumat (19/1).

Ia menyebut tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia sebagai negara kepulauan adalah dampak pemanasan global dan perubahan iklim. Aktvitas tambang di pulau-pulau kecil diyakini akan memperparah dampak krisis iklim.

Sebab, tambangan">pertambangan menghancurkan hutan dan menghasilkan gas emisi tinggi. “Ada logam-logam berat yang menghancurkan biodiversitas yang memberi dampak masif. Karena itu pertambangan di pulau kecil tidak boleh dilakukan,” ungkap Agustinus.

Sebut saja, kegiatan penambangan yang dilakukan pada daerah aliran sungai (DAS) yang sempit ditambah penggundulan hutan dan erosi, maka seluruh biodiversitas yang ada akan masuk ke laut dan menghancurkan kawasan pesisir.

“Situasi itu menciptakan penderitaan bagi masyarakat pesisir yang bermukim di pulau-pulau kecil. Saya kira, sudah seharusnya kita hentikan untuk tidak boleh ada tambang di pulau-pulau kecil,” tegasnya.

Apalagi, dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, tidak ada satu poin pun yang mengizinkan sektor tambang masuk ke pulau-pulau kecil.

Namun, kehadiran Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) dan Undang-undang Mineral dan Batu Bara malah membuka jalan bagi perusahaan tambang untuk menjalankan bisnis pertambangan di pulau-pulau kecil.

Guru Besar Perikanan dan Kelautan Universitas Halu Oleo La Ode Aslan menilai dua regulasi itu membuat pemerintah daerah tak berkutik untuk mempertahankan wilayah mereka dari cekaman industri pertambangan. Sebab, kini kebijakan diatur pemerintah pusat.

“Ini adalah dua undang-undang yang mengacaukan kondisi pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia,” terang Aslan.

Walaupun, faktanya, tambang telah mengubah air laut menjadi merah di Wawonii, Sulawesi Tenggara. Masyarakat pesisir pun semakin sulit mencari ikan akibat laut tercemar limbah tambang. Kemudian di Konawe Utara  di Sultra juga terdampak aktivitas tambang.

Daerah yang dulunya sentra rumput laut pada 1990an, kata Aslan, menjadi tersemat limbah tambang dan rumput laut tidak tumbuh lagi sejak 2017.

“Itu salah satu bukti nyata dan kita tidak bisa tutupi fakta bahwa terjadi kerusakan akibat aktivitas tambang yang sudah sangat merusak lingkungan di wilayah pesisir,” imbuhnya.


Wartawan : Gungsri Adisri

Komentar

Terpopuler