Green News
Petani Ramai-ramai Protes di Eropa, Ada Apa Sih?
Selasa, 06 Februari 2024
Ilustrasi. Petani di Eropa melancarkan protes besar-besaran akibat timpangnya pendapatan dari hasil pertanian. (PEXELS/Tom Fisk).
Mataram. Petani Eropa melancarkan protes besar-besaran akibat timpangnya pendapatan dari hasil pertanian dengan tekanan inflasi energi dan biaya hidup yang melonjak. Aksi ini terjadi di beberapa negara benua biru, seperti Spanyol, Italia, Prancis, Romania, Polandia, Jerman, Portugal, Belanda, dan Yunani.
"Kami tidak lagi mencari nafkah dari profesi kami," ujar salah seorang petani sebagaimana dikutip oleh CNN, Sabtu (3/2).
Kendati industri pertanian hanya menyumbang 1,4 persen dari total pendapatan domestik bruto (PDB) Eropa, namun aksi ini sempat melumpuhkan beberapa wilayah utama negara-negara Eropa sepanjang pekan lalu.
Hal ini berakibat pada penahanan 91 orang peserta unjuk rasa karena menghalangi lalu lintas dan mengakibatkan kerusakan pasar.
Para petani menyuarakan keresahannya atas kebijakan ekonomi dan kebijakan hijau yang kurang berpihak terhadap kesejahteraan mereka.
Kenaikan biaya energi, pupuk, dan transportasi yang meningkat akibat perang Ukraina malah direspons dengan upaya menekan harga pangan yang membuat margin pendapatan mereka semakin sempit.
Baca juga:
Lebah, Pahlawan Iklim Tanpa Tanda Jasa
Ekonomi Hijau Biang Keroknya
Menurut data dari Eurostat, sejak 2022 hingga pertengahan 2023, nilai tukar petani turun hampir sembilan persen. Tak sampai di sana, Pemerintah Prancis bahkan mencanangkan penghapusan keringanan pajak petani pengguna bahan bakar diesel yang semakin membebani ongkos produksi.
Dosen Ekonomi Senior di Universitas Lancaster, Inggris, Renaud Foucart menuding ekonomi hijau sebagai ujung pangkal ketegangan ini. Menurutnya, aksi protes ini merupakan upaya petani untuk menunda pengenaan pajak karbon dan pengurangan pestisida.
“Di Jerman, mereka sangat fokus pada solar, jadi mulai mengenakan pajak solar untuk traktor. Di Belanda, masalah spesifiknya adalah mengenai pajak atas nitrogen, yang berdampak pada produksi industri babi dan ayam,” jelas Foucart.
“Polandia adalah kasus yang sangat menarik karena berada di garis depan dalam memberikan dukungan militer kepada Ukraina, namun pada saat yang sama para petani Polandia sangat marah dan memblokade perbatasan untuk memastikan gandum Ukraina tidak sampai ke Polandia," lanjut Foucart.
Sebagai upaya meredam keresahan para pertani, European Commission menawarkan sejumlah kesepakatan. Di antaranya adalah perpanjangan penangguhan bea masuk ekspor Ukraina hingga 2025 dan mempertahankan pembayaran bantuan.
Secara khusus, Pemerintah Berlin juga telah membatalkan rencana pemotongan subsidi solar. Pemerintah telah membebaskan pajak mobil dan kendaraan pertanian berikut dengan pemberian keringanan pajak solar hingga tiga tahun ke depan.
Wartawan : Fathia Nurul Haq
Komentar