logo loading

Green News

Perang Rusia vs Ukraina Percepat Darurat Iklim Global

Emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai dampak iklim perang dua tahun terakhir sebanyak 175 juta ton CO2, lebih besar dari yang dihasilkan 175 negara.

 Sabtu, 15 Juni 2024

Emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai dampak iklim perang Rusia vs Ukraina dua tahun terakhir sebanyak 175 juta ton CO2, lebih besar dari yang dihasilkan 175 negara. (Pixabay).


Denpasar. Penelitian mengungkap emisi gas rumah (GRK) dampak iklim yang ditimbulkan dari perang Rusia melawan Ukraina dalam dua tahun terakhir lebih besar dibanding emisi GRK tahunan yang dihasilkan 175 negara. Kondisi ini memperburuk keadaan darurat iklim global, selain terus meningkatnya jumlah korban jiwa dan meluasnya kehancuran.

Mengutip the Guardian, Kamis (13/6), invasi Rusia telah menghasilkan setidaknya setara 175 juta ton karbon dioksida (tCO2e) di tengah dampak lainnya, seperti kebakaran lahan, perubahan rute penerbangan, migrasi paksa dan kebocoran terhadap infrastruktur bahan bakar fosil.

Analisis ini diklaim yang paling komprehensif mengenai dampak iklim akibat konflik. Dalam analisis ini disebutkan bahwa invasi Rusia juga menghasilkan dinitrogen oksida dan sulfur heksafluorida (SF6), yang merupakan gas rumah kaca paling berbahaya, selain karbon dioksida.

Emisi yang dihasilkan juga lebih besar dari total emisi yang beberapa negara pada 2022 lalu, yaitu Belanda, Venezuela, dan Kuwait.

Laporan Initiative on Greenhouse Gas Accounting of War (IGGAW), penelitian kolektif yang sebagian besar didanai oleh Pemerintah Jerman dan Swedia, termasuk European Climate Foundation, Rusia menghadapi ganti rugi iklim senilai US$32 miliar sebagai tagihan dari 24 bulan pertama perangnya.

Belum lagi, seperti disampaikan Majelis Umum PBB, bahwa Rusia harus memberi kompensasi kepada Ukraina atas perang tersebut. Dewan Eropa juga sudah membuat daftar kerusakan, yang mencakup emisi iklim. Jika Rusia tidak patuh, maka asetnya yang dibekukan dapat digunakan untuk melunasi seluruh tagihan perang.

Mengacu studi peer-review, yang menghitung biaya sosial karbon, diperkirakan sebesar US$185 untuk setiap ton emisi GRK. Penulis Utama IGGAW Lennard de Klerk menuturkan Rusia telah merugikan Ukraina dan juga iklim global. "Karbon konflik ini cukup besar dan akan dirasakan secara global," ujarnya.

"Rusia harus menanggung beban ini. Termasuk juga, utang yang harus dibayar kepada Ukraina dan negara-negara di wilayah selatan, yang paling menderita akibat kerusakan iklim," sambung Klerk.

Laporan IGGAW merinci sepertiga emisi peperangan berasal langsung dari aktivitas militer dengan bahan bakar yang digunakan oleh pasukan Rusia mencapai 35 juta tCO2e, satu-satunya sumber emisi GRK terbesar.

Sumber lainnya, yaitu pembuatan bahan peledak intensif karbon, amunisi, dan tembok pertahanan di sepanjang garis depan oleh kedua negara. Termasuk, bahan bakar yang digunakan oleh sekutu untuk mengirimkan peralatan militer.

Sepertiga emisi lainnya dihasilkan dari banyaknya baja dan beton yang dibutuhkan untuk membangun kembali sekolah, rumah, jembatan, pabrik, dan fasilitas air yang rusak dan hancur lebur.

Sementara, skala dampak karbon jangka panjang akan bergantung pada apakah teknik dan bahan yang digunakan untuk membangun kembali menggunakan cara tradisional, padat karbon, atau modern, yang lebih berkelanjutan.

Sepertiga sisanya berasal dari kebakaran lahan, perubahan rute penerbangan komersial, serangan terhadap infrastruktur energi dan pada tingkat lebih rendah, yakni perpindahan hampir 7 juta warga Ukraina dan Rusia.

Analisis tersebut mengungkap perpindahan manusia secara paksa telah menghasilkan nyaris 3,3 juta tCO2e, meliputi emisi transportasi oleh lebih dari 5 juta warga Ukraina yang mencari perlindungan ke Eropa, serta jutaan pengungsi internal dan warga Rusia yang melarikan diri dari kewajiban militer.

"Analisis ini merupakan gambaran terkini dan menyeluruh yang kami miliki mengenai konsekuensi iklim dari invasi Rusia, membantu menghilangkan kabut perang yang juga terkait dengan dampak konflik terhadap lingkungan," kata Peneliti Menteri Perlindungan Lingkungan dan Sumber Daya Alam Ukraina Ruslan Strilets.


Wartawan : Gungsri Adisri

Penulis : Gungsri Adisri

Komentar

Terpopuler