Green Lifestyle
Mengapa Es di Kutub Utara Kini Meleleh Lebih Cepat?
Sejumlah penelitian terbaru mengenai kutub utara yang dilakukan oleh Dr Barten menunjukkan bahwa es di Laut Arktik kini cepat meleleh.
Kamis, 09 Mei 2024
Lapisan ozon menyebabkan pemanasan lokal yang membuat es di Lauy Arktik mencair. Fenomena inilah yang mendorong Kutub Utara kian memanas. (Pexels/Curioso Photography)
Mataram. Es di Laut Arktik, Kutub Utara kini meleleh lebih cepat. Hal ini terungkap dalam sejumlah penelitian terbaru mengenai kutub utara yang dilakukan oleh Dr Barten.
Dr Barten semula hanya meneliti alasan dibalik pemanasan global lebih terasa di Laut Arktik ketimbang di wilayah lain di dunia. Kecepatan pemanasan Arktik merupakan faktor penting untuk menentukan respons kita.
"Mengetahui apakah kita mempunyai waktu berpuluh-puluh tahun atau hanya beberapa tahun untuk beradaptasi akan menentukan perbedaan antara transisi terencana dan manajemen krisis secara menyeluruh," ujar Dr Barten dikutip dari Earth.com.
Dr Barten menemukan dua alasan utama dibalik cepatnya kenaikan suhu di Arktik, yakni efek ozon dan arus panas. “Di sana, ozon diserap oleh air laut, salju, dan es, namun proses ini jauh lebih lambat dari yang diperkirakan. Hal ini menyebabkan ozon tetap berada di udara,” jelas Dr Barten.
Lapisan ozon menyebabkan pemanasan lokal yang membuat es di Lauy Arktik mencair. Fenomena inilah yang mendorong Kutub Utara kian memanas.
Laut Arktik semula berselubung es berwarna putih yang memantulkan sinar matahari. Setelah mencair, lapisan es tersebut menjadi air yang warnanya lebih gelap dan lebih menyerap panas matahari.
Semakin panas suhu sekitar Kutub Utara, semakin banyak pula kandungan uap air yang didapat dari daerah tropis. Uap air yang mengembun melepaskan panas yang menyulut tingkat pemanasan.
Ilmuwan menamakan siklus ini sebagai 'amplifikasi Arktik'. Dampak dari 'amplifikasi Arktik' ini cukup serius. "Pertama, habitat flora dan fauna Arktik terganggu. Kedua, pola cuaca global bisa berubah," terangnya.
Dr Barten juga menerangkan bahwa jet stream, yang merupakan aliran udara cepat di atmosfer atas menjadi kurang stabil akibat berkurangnya perbedaan suhu antara Kutub Utara dan daerah lainnya. "Akibatnya, pola cuaca seperti musim dingin yang panjang atau musim panas yang terik bisa terjadi lebih sering," pungkasnya.
Wartawan : Fathia Nurul Haq
Penulis : Asmaraloka Amerta
Komentar