logo loading

Green Lifestyle

Jamu, Pengobatan Herbal Mendapat Pengakuan UNESCO

Karenanya, pengembangan dan pemanfaatan jamu perlu dilakukan terkoordinasi, terarah, dan berkelanjutan.

 Rabu, 05 Juni 2024

Jamu, obat tradisional dari herbologi Jawa, mendapat pengakuan UNESCO dan kini setara dengan sistem pengobatan lainnya, seperti pengobatann tradisional China dan Unani dari India. (PEXELS/Lil Artsy).


Denpasar. Jamu, obat tradisional yang terbuat dari campuran bahan ramuan berupa tumbuhan, hewan, mineral, hingga sarian, mendapatkan pengakuan UNESCO.

Jamu yang berasal dari budaya herbologi Jawa kini setara dengan sistem pengobatan lainnya, seperti pengobatan Ayurvedha, pengobatan tradisional China, dan Unani yang berasal dari India.

Hal ini menjadi pencapaian menggembirakan mengingat pada awal 1960 hingga 1990-an, jamu sempat memperoleh stigma negatif dari masyarakat. Salah satunya, yakni menakut-nakuti atau untuk menghukum anak-anak.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Organisasi Riset Kesehatan (ORK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yuli Widiyastuti mengatakan perkembangan pesat jamu membuat stigma negatifnya hampir tak terdengar lagi.

"Yang menarik, jamu mendapat stigma positif, yaitu dapat dijadikan rahasia awet muda seseorang, baik pria maupun wanita," ujarnya dilansir BRIN.go.id, Selasa (4/6).

Ia menjelaskan jamu dikenal sejak zaman Hindu-Buddha atau abad 6-7 yang dibuktikan lewat berbagai relief candi. Sejarah mencatat jamu banyak dibuat untuk menjaga kesehatan keluarga kerajaan.

"Jamu yang berkembang sampai saat ini sangat kuat dipengaruhi oleh budaya pengobatan China, India, dan Arab yang tercermin dari sejumlah ramuan dengan bahan-bahan impor yang masih digunakan," terang Yuli.

Selain warisan-warisan yang bisa dilihat dan disentuh, ada banyak warisan yang tersimpan di berbagai suku-suku tradisional. Pada 2021, 2015, dan 2017, Kementerian Kesehatan melalui Badan Litbang Kesehatan melakukan eksplorasi sumber pengetahuan lokal, yaitu riset tumbuhan obat dan jamu (Ristoja).

Riset ini bertujuan membangun basis data sebagai sumber data yang bisa diakses pada tataran nasional dan internasional tentang penggunaan tumbuh-tumbuhan untuk berbagai permasalahan keseahtan.

"Hasil Ristoja harus dapat dikembangkan menjadi informasi baru tentang tumbuhan obat dan jamu dari Indonesia, meliputi aspek genetik, fitokimiawi, keamanan, dan khasiat berdasarkan scientific evident," terang Yuli.

Saat ini, arah pengembangan jamu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomot 54 Tahun 2023 dalam bentuk peta jalan. Karenanya, pengembangan dan pemanfaatan jamu perlu dilakukan secara terkoordinasi dan bersinergi. Termasuk juga, sinkronisasi kebijakan, program, dan kegiatan di level kementerian/lembaga, pemprov, pemda, dan pemkot.

"Yang sistematis, terarah, terukur, berkelanjutan, juga terintegrasi dari hulu ke hilir, dengan melibatkan pemangku kepentingan yang sistematis," tandasnya.


Wartawan : Gungsri Adisri

Penulis : Gungsri Adisri

Komentar

Terpopuler