logo loading

Green Lifestyle

Gen Z, Ini 5 Bahan Fesyen Pemicu Kerusakan Lingkungan

Bahan fesyen berdampak buruk terhadap manusia, satwa dan lingkungan

 Kamis, 04 Juli 2024

Ilustrasi. Sejumlah bahan fesyen bisa merusak lingkungan(Pexels/cottonbro studio)


Bandung. Sudah bukan rahasia lagi bahwa industri fesyen mempunyai sisi gelap yang mendatangkan dampak buruk bagi manusia, satwa liar dan lingkungan. Bahan dasar pakaian yang saat ini kita kenakan mungkin saja berasal dari bahan yang tidak ramah lingkungan ataupun melewati proses berkelanjutan.

Maka dari itu, mengutip laman BBC Earth pada Sabtu (29/6), berikut adalah lima bahan fesyen yang mungkin tidak disadari telah merusak satwa liar dan ekosistem agar kamu menjadi tahu!

1.      Sweater cashmere yang mempengaruhi padang rumput Mongolia

Padang rumput Mongolia telah terdegradasi secara besar akibat perubahan iklim, erosi tanah, serta mengeringnya danau dan sungai. Namun, mengutip sebuah publikasi penelitian yang berjudul ‘Environmental challenges in Mongolia's dryland pastoral landscape’ pada Sabtu (26/9), sekitar 70% degradasi padang rumput disebabkan oleh penggembalaan hewan yang berlebihan.

Permintaan pasar global yang tinggi terhadap sweater cashmere membuat padang rumput di Mongolia yang merupakan produsen sweater cashmere terbesar kedua di dunia, menjadi beralih fungsi yang menyebabkan ketidakstabilan ekosistem asli. Belum lagi fakta yang lainnya bahwa sweater cashmere dibuat dari bulu kambing yang dicukur sebelum diolah.

2.      Mencuci pakaian berbahan fleece yang dapat menghambat pertumbuhan kepiting

Saat pakaian yang berbahan serat sintetis seperti poliester, nilon dan akrilik dicuci di dalam mesin, jutaan serat yang terpecah menjadi mikro dilepaskan melalui instalasi pengolahan air ke laut maupun danau, akan berdampak buruk pada ekosistem perairan dan hanya memindahkan polutan kepada hewan yang ada di sana.

Serat-serat tersebut sudah pasti mengandung bahan kimia beracun, baik dari bawaan langsung bahan pakaian tersebut maupun melalui penyerapan deterjen yang dipakai. Berdasarkan sebuah penelitian yang berjudul ‘Plastic microfibre ingestion by deep-sea organisms’ yang dipublikasi melalui laman nature.com, serat mikroplastik akan secara tidak sengaja termakan oleh kepiting, lobster, ikan, kura-kura, pinguin, anjing laut, manatee, dan berang-berang laut yang menyebabkan masalah pencernaan.

3.      Bahan viscose, rayon, serta keterkaitannya dengan deforestasi

Bubur kayu yang dilarutkan dan bubur kayu yang diputihkan merupakan bahan dasar untuk serat viscose dan rayon. Bubur kayu yang diambil untuk bahan tersebut ternyata diambil dari pohon-pohon yang terancam punah di hutan purba. Ini menunjukkan bahwa pakaian yang kita kenakan berkontribusi langsung terhadap deforestasi dan kerusakan ekosistem.

Hingga saat ini, lebih dari 150 juta pohon ditebang untuk keperluan pakaian. Meskipun beberapa merek pakaian mengolah viscose dari hutan bersertifikat keberlanjutan, namun jumlah penebangan pohon untuk mengolah bahan yang sama di hutan lain seperti Indonesia, Kanada dan Amazon juga tetap meningkat.

4.      Kapas dan air yang berlebihan

Bahan kapas ternyata menggunakan begitu banyak air untuk mengolahnya, yang menyebabkan kekurangan air tawar secara masif. Untuk membuat satu kaos katun berbahan dasar kapas, diperlukan sekitar 2.700 liter air. Belum lagi produksi kapas bertanggung jawab atas 22,5% penggunaan insektisida secara global.

Pestisida dan insektisida maupun bahan kimia berbahaya lainnya ini dapat meresap ke dalam saluran air dan tanah yang akan berpengaruh kepada ekosistem. Penurunan spesies serangga yang dilaporkan juga membuat proses ‘keberlanjutan’ menjadi lebih mendesak.

5.      Tren fesyen cepat

Koleksi pakaian modis yang berganti setiap musim ataupun setiap minggu, merupakan tren fesyen cepat. Setiap tahunnya, sekitar 100 miliar pakaian baru dari serat baru diproduksi dan berakhir di tempat pembuangan sampah. Hal tersebut menghasilkan jejak karbon yang sangat besar.

Contohnya, bahan polyester dan nilon dibuat menggunakan bahan bakar fosil. Belum lagi bahan-bahan lainnya yang menyebabkan polusi lingkungan karena menggunakan bahan kimia tingkat tinggi. Tren fesyen cepat tidak hanya berdampak buruk bagi lingkungan dan ekosistem, tetapi juga bagi para buruh pekerja fesyen cepat yang digaji rendah.

Pada akhirnya, manusia mau tidak mau harus berpikir jangka panjang untuk kelangsungan hidup. Ada beberapa bahan yang menawarkan keberlanjutan dan baik untuk lingkungan dan ekosistem seperti viscose berkelanjutan dari pohon bersertifikat serta wol berkelanjutan.

Selain itu, kamu juga dapat bertukar pakaian dengan teman, memperbaiki pakaian atau sepatu yang rusak daripada membuangnya, mencari merek pakaian yang memiliki sertifikat berkelanjutan, dan yang terpenting harus menahan diri untuk tidak berperilaku konsumtif terhadap tren pakaian.  


Wartawan : Difta Ramadhanie

Penulis : Dessy Rosalina

Komentar

Terpopuler