logo loading

Green Culture

Atasi Perubahan Iklim, Akhirnya Sistem Pangan Berkelanjutan Dibahas di KTT COP28

Sebelumnya lebih dari tiga dekade, pertemuan puncak perubahan iklim PBB selalu mengabaikan isu sistem pangan.

 Selasa, 19 Desember 2023

Sistem pangan telah menjadi topik diskusi dalam KTT Iklim COP28 setelah lebih dari tiga dekade tidak pernah menjadi pembahasan. Foto: Pexels/Srihari Jaddu.


Denpasar. Lebih dari tiga dekade, pertemuan puncak tahunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai perubahan iklim mengabaikan dampak sistem pangan terhadap iklim. Situasi berubah pada KTT Iklim COP28 di Dubai ketika untuk pertama kalinya konferensi dibuka dengan deklarasi pertanian berkelanjutan yang diteken lebih dari 130 negara.

Pengelolaan sistem pangan berperan strategis dalam upaya mengatasi perubahan iklim. Sistem pangan mulai dari cara menanam, mengirimkan, memasak dan termasuk membuangnya, bertanggung jawab atas sepertiga emisi gas rumah kaca global.

Dalam KTT Iklim COP28, satu hari penuh dikhususkan untuk berdiskusi tentang sistem pangan dan pertanian. Hasil paling mengejutkan adalah dokumen kesepakatan akhir yang diungkap pada akhir konferensi yang mengakui pertanian berkelanjutan sebagai bagian dari upaya merespons perubahan iklim secara tepat. Akhirnya, pangan mendapat tempat lebih menonjol di pertemuan puncak ini.

“Sungguh menyenangkan akhirnya ‘makanan tersedia di meja.’ Sekarang, kita punya kemampuan untuk membicarakan sistem pangan sebagai solusi terhadap krisis iklim dengan cara yang belum pernah kita lakukan sebelumnya,” terang Daniel Nierenberg, Presiden Food Tank, lembaga nirlaba yang fokus pada isu pangan, mengutip The Guardian, Selasa (19/12).

Meskipun deklarasi dalam pertemuan tersebut tidak mengikat secara hukum, lanjut dia, ada lebih dari 150 negara yang menandatanganinya. Negara-negara juga mengumumkan niat mereka untuk mengintegrasikan sistem pangan dan pertanian dalam rencana untuk mengatasi dampak perubahan iklim.

“Negara-negara harus mulai menempatkan sistem pangan dan pertanian sebagai inti dari ambisi iklim mereka, mengatasi emisi global dan melinduni kehidupan dan penghidupan para petani yang hidup di garis depan perubahan iklim,” kata Mariam binti Mohammed Almheiri, Menteri Perubahan Iklim UEA.

Selanjutnya, FAO meluncurkan peta jalan baru untuk menguraikan jalur yang diperlukan agar produksi pangan dunia sejalan dengan tujuan iklim global. Pada akhirnya peta jalan itu sejalan dengan peta jalan yang ditetapkan Badan Energi Internasional (IEA) untuk transisi energi pada 2021 lalu dalam menahan dampak perubahan iklim.

Peta jalan FAO itu menekankan pengurangan emisi gas metana yang turut memicu perubahan iklim. Targetnya gas metana dari peternakan ditekan sebesar 25% sedangkan emisi limbah makanan dikurangi hingga separuhnya pada 2030 mendatang. Peta tersebut sekaligus merekomendasikan penanaman tanaman dengan keanekaragaman hayati yang lebih diandalkan dunia saat ini.


Wartawan : Gungsri Adisri

Penulis : Gungsri Adisri

Komentar