logo loading

Green News

Suhu Permukaan Jakarta Naik 1,6 Derajat Celsius, Makin Gerah Dong!

Kenaikan suhu Jakarta terjadi dalam 130 tahun terakhir dan melaju lebih cepat dari kenaikan suhu global.

 Jumat, 07 Juni 2024

Suhu permukaan Jakarta meningkat tajam dalam 130 tahun terakhir sebesar 1,6 derajat celsius, lebih cepat dari laju kenaikan suhu global. (PEXELS/Tom Fisk).


Jakarta. Praktisi Cuaca dan Iklim Ekstrem Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Siswanto menyebut suhu permukaan Jakarta meningkat tajam hingga 1,6 derajat celsius dalam 130 tahun terakhir. Angkanya melaju lebih cepat dari kenaikan suhu global dan regional.

Secara umum, kata Siswanto, iklim Jakarta berubah drastis seiring dengan pertumbuhan kota. Hal itu berindikasi pada peningkatan suhu permukaan yang dapat menaikkan ekstremitas hujan hingga 14 persen.

Dampaknya, curah hujan Jakarta berkategori ekstrem. "Semakin deras hujannya, durasi akan semakin pendek. Peningkatan curah hujan pagi hari dan pergeseran hujan siang ke malam hari, serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan pada musim hujan," terang dia, dikutip BRIN.go.id, Kamis (6/6).

Lebih lanjut Siswanto menjelaskan iklim urban didefinisikan sebagai keadaan iklim yang sangat berbeda dengan wilayah rural sekitarnya, yang disebabkan iklim karakteristiknya berbeda antara kota dengan rural.

Salah satu pemicunya adalah urbanisasi, perubahan lanskap, serta penggunaan semua properti di dalam perkotaan, seperti energi, tata kelola air, dan tata kelola lahan.

Berdasarkan hasil pencitraan satelit Landsat untuk Jakarta pada 1972 silam, kawasan terbangun di Jakarta masih terbatas, dengan vegetasi lebih dominan.

Begitu pula pada 1982, vegetasi didominasi area hijau. Suhu belum banyak berubah dengan rata-rata 28 derajat celsius, meskipun suhu maksimumnya bisa tembus 32,2 derajat celcius.

Sementara, suhu minimumnya pun tidak terpaut jauh perubahannya, yaitu dari 24,3 derajat celcius menjadi 24,7 derajat celcius.

Lalu, 15 tahun kemudian, yaitu pada 1997, terlihat warna merah atau kawasan hunian yang ekspansif. Diikuti dengan perubahan suhu udara yang naik 0,4 derajat celsius.

Pada 2005, perkembangan kawasan hunian Jakarta semakin ekspansif hingga 2014. Kawasan hunia semakin padat hingga keluar batas Jakarta. "Perubahan lingkungan kompatibel dengan perubahan iklim atau suhu, yang terjadi di Jakarta," ujar Siswanto.

Jakarta, sambung dia, terus berubah dari waktu ke waktu. "Kita akan terus mengalami perubahan itu, tetapi yang pasti perubahan lanskap dan lingkungan akan menghasilkan konsekuensi. Salah satunya konsekuensi terhadap iklim," tuturnya mengingatkan.

Mengacu laporan IPCC 2013, aktivitas manusia sangat mungkin menjadi penyebab meningkatnya setengah rata-rata suhu permukaan global yang telah diamati dari 1951 hingga 2010.

Peningkatan itu berdampak langsung terhadap pemanasan global, di mana peningkatan kapasitas atmosfer menahan air sekitar 7 persen per satu derajat celsius dari tiap pemanasan, yang mengakibatkan peningkatan kandungan uap air di atmosfer.

"Sehingga, hal ini memengaruhi siklus hidrologi, khususnya karakteristik curah hujan, mulai dari jumlah, frekuensi, intensitas, durasi, jenis, dan kejadian ekstrem," jelasnya.

Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Albertus Sulaiman menuturkan perubahan memerlukan penanganan serius, terutama para peneliti yang mumpuni dalam sains iklim dan atmosfer. "Sains atau ilmu berperan menyelesaikan masalah, terutama terkait iklim urban perkotaan," tandasnya.


Wartawan : Gungsri Adisri

Penulis : Gungsri Adisri

Komentar

Terpopuler