logo loading

Green Lifestyle

Suhu Bumi pada April Terpanas Sepanjang Sejarah, Perubahan Iklim Kian Mengkhawatirkan

Rata-rata suhu global dalam 12 bulan terakhir pada April naik mencapai 1,61 derajat Celcius, melampaui target Paris Agreement.

 Rabu, 15 Mei 2024

Ilustrasi. Peneliti menuding emisi gas rumah kaca dari pembakaran energi fosil sebagai dalang utama perubahan iklim yang mendorong fenomena di bulan April lalu. (Pexels/Pixabay)


Buletin terbaru Copernicus Climate Change Service (C3S) badan pemantauan perubahan iklim Uni Eropa menobatkan April 2024 sebagai bulan terpanas sepanjang sejarah. Rata-rata suhu global dalam 12 bulan terakhir pada April naik mencapai 1,61 derajat Celcius, melampaui target 1,5 derajat celcius dalam Paris Agreement 2015.

"Saya pikir banyak ilmuwan yang bertanya-tanya apakah mungkin ada perubahan dalam sistem iklim,” kata Julien Nicolas, Ilmuwan Iklim Senior di C3S, dilansir dari Earth.com, Jumat (10/5).

Nicolas menuding emisi gas rumah kaca dari pembakaran energi fosil sebagai dalang utama perubahan iklim yang mendorong fenomena di bulan April lalu. Selain itu, El Nino juga mempengaruhi tingginya suhu permukaan air laut di Samudera Pasifik yang mendorong agregat suhu secara global.

“El Niño mencapai puncaknya pada awal tahun dan suhu permukaan laut di Pasifik tropis timur kini kembali ke kondisi netral,” kata Direktur Copernicus Carlo Buontempo.

Meskipun variasi suhu yang terkait dengan siklus alam seperti El Niño datang dan pergi, menurut dia, energi ekstra yang terperangkap di laut dan atmosfer akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akan terus mendorong suhu global menuju rekor baru.

Dampak Meluas

National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) mencermati adanya pemutihan karang alias coral bleaching akibat peningkatan suhu permukaan air. Fenomena yang terjadi sejak awal tahun 2023 lalu ini mengancam populasi 54% terumbu karang di dunia, terutama di wilayah Great Barrier Reef yang seluruh wilayahnya mengalami pemutihan untuk pertama kalinya.

Kerugian akibat pemutihan karang mencapai US$2,7 triliun, atau sekitar Rp 43.400 triliun per tahun. Estimasi kerugian berasal dari industri pariwisata dan perikanan yang terdampak langsung fenomena ini.

“Fakta bahwa semua panas ini berpindah ke laut, dan faktanya, pemanasan dalam beberapa hal bahkan lebih cepat dari yang kita perkirakan, menimbulkan kekhawatiran besar,” kata Profesor Mike Meredith dari British Antarctic Survey.

Tak hanya terumbu karang, dampak perubahan iklim juga menyebabkan gelombang panas di wilayah Sahel di Afrika. Gelombang panas di sana menyebabkan ribuan kematian.

“Ini adalah tanda-tanda nyata bahwa lingkungan hidup telah bergerak ke area yang tidak kita inginkan dan jika hal ini terus berlanjut, konsekuensinya akan sangat parah,” kata Meredith.


Wartawan : Fathia Nurul Haq

Penulis : Asmaraloka Amerta

Komentar

Terpopuler