Green News
Food Estate ‘Jokowi’ Disebut Gagal, Faktanya Bagaimana Sih?
Selasa, 23 Januari 2024
Ilustrasi. Cawapres nomor urut 1 dan 2, Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD sepakat menyebut program food estate sebagai proyek gagal. (PEXELS/Ilham Iaiya).
Denpasar. Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD, calon wakil presiden (cawapres) dari nomor urut 1 dan 2, sepakat menyebut food estate (pangan">lumbung pangan) Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai program gagal.
Dalam Debat Keempat Cawapres pada Minggu (21/1) lalu, Muhaimin menyampaikan keprihatinannya karena pengadaan pangan lewat program food estate gagal. Salah satu buktinya, impor pangan terus dilakukan.
Sebaliknya, dia menegaskan agar food estate dihentikan. Sebab, merugikan petani dan memicu konflik agraria. “Food estate mengabaikan petani, meninggalkan masyarakat adat kita, menghasilkan konflik agraria, dan merusak lingkungan,” ujarnya.
Senada, Mahfud berpendapat program tersebut malah dapat merugikan negara. “Jangan seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan. Yang benar saja. Rugi dong kita,” terang dia.
Faktanya, food estate memang digagas sejak periode kedua kepemimpinan Jokowi. Proyek itu bahkan masuk dalam salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 dengan anggaran Rp 1,5 triliun.
Dalam program itu, Kementerian Pertanian bertugas menyediakan sarana produksi dan pengawalan budi daya. Sementara, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) merehabilitasi dan meningkatkan jaringan irigasi.
Selanjutnya, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melakukan revitalisasi lahan transmigrasi yang sudah ada, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan konservasi dan rehabilitasi lahan gambut.
Ada pula Kementerian BUMN yang mewujudkan korporasi, merancang rencana detail tata ruang, validasi tanah, hingga sertifikasi. Kemudian, Kementerian Pertahanan di bawah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjadi koordinator dalam rencana pembangunan dan pengembangan kawasan food estate.
Jurnal Analisis Implementasi Program Food Estate sebagai Solusi Ketahanan Pangan Indonesia, seperti dilansir Antara, Selasa (23/1), program yang digagas sejak 2020 di Kalimantan Tengah di atas lahan seluas 30 ribu hektare (Ha) bekas lahan gambut dengan komoditas padi itu dinyatakan gagal.
Faktornya, pemaksaan perubahan pola tanam yang mengakibatkan gagal panen serta hasil produksi yang tidak maksimal. Selain itu, gagalnya implementasi skema ekstensifikasi di kawasan pertanian, pembukaan lahan pun belum siap untuk ditanam karena banyak kayu dan akar yang tidak dibersihkan, dan tidak siapnya jalur irigasi.
Kemudian, food estate di Gunung Mas seluas 31 ribu Ha pada 2021 juga gagal. Di sana ditanami singkong dan gandum di atas lahan hutan produksi. Kegagalan, antara lain dikarenakan perencanaan program perkebunan belum optimal, dan tidak ada kajian yang komprehensif.
Lalu, food estate di Humbang Hasundutan, Tapanuli Selatan dan Utara, Pakpak Barat, Sumatra Utara pada 2021 di atas lahan seluas 30 ribu Ha dengan komoditas bawang merah dan bawang putih juga gagal.
Wartawan : Gungsri Adisri
Komentar