Green News
Februari Jadi Bulan Terpanas dalam Setahun Terakhir
Data Copernicus Climate Change Service Uni Eropa menunjukkan suhu permukaan laut berada pada level tertingginya sepanjang masa.
Rabu, 13 Maret 2024
Ilustrasi. Data Copernicus Climate Change Service Uni Eropa menunjukkan suhu permukaan laut berada pada level tertingginya sepanjang masa. (PEXELS/Alekjs Bergmanis).
Mataram. Para ilmuwan menyebut Februari 2024 sebagai periode terpanas dalam satu tahun terakhir. Data Copernicus Climate Change Service Uni Eropa juga menunjukkan suhu permukaan laut secara global berada pada level tertingginya sepanjang masa.
"Iklim merespons konsentrasi aktual gas rumah kaca di atmosfer dan jika hal ini tidak distabilkan, rekor suhu global baru dan konsekuensinya akan terus berlanjut," ujar Direktur Layanan Perubahan Iklim Copernicus Carlo Buontempo dikutip dari The Guardian, akhir pekan lalu.
Data menunjukkan suhu Februari 2024 sebesar 1,77 C atau lebih hangat dibanding rata-rata pra-industri pada Februari antara tahun 1850 hingga 1900. Suhu tersebut juga lebih hangat 0,81 C di atas suhu pada 1991-2020.
Suhu rata-rata global selama 12 bulan terakhir, antara Maret 2023 dan Februari 2024, merupakan rekor tertinggi yakni 1,56 C di atas suhu pra-industri. Hal ini membuat suhu dunia sementara menembus ambang batas 1,5 C.
“Ada begitu banyak bukti yang menunjukkan fakta bahwa iklim sedang memanas. Jika Anda ingin menyangkal perubahan iklim , Anda mungkin juga mengklaim bumi itu datar. Miliaran pengukuran dari stasiun cuaca, satelit, kapal, dan pesawat menunjukkan fakta mendasar bahwa planet kita memanas dengan kecepatan yang berbahaya," ujar dosen Senior Ilmu Iklim di Institute Grantham Friederike Otto.
Musim dingin di Eropa yang berlangsung dari Desember hingga Februari merupakan musim dingin terpanas kedua yang pernah tercatat di benua biru. Tak hanya terjadi di darat, rata-rata suhu permukaan laut global pada Februari di luar wilayah kutub juga mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah, yakni sebesar 21,06 C, melampaui rekor sebelumnya sebesar 20,98C yang tercatat pada Agustus 2023.
Suhu yang melampaui ambang batas dalam jangka panjang tentu akan memperburuk dampak perubahan iklim. Karenanya Otto mengimbau penghentian penggunaan bahan bakar fosil yang menyumbang emisi besar.
"Tidak ada obat mujarab atau solusi ajaib untuk perubahan iklim. Kita tahu apa yang harus dilakukan, berhenti menggunakan bahan bakar fosil dan menggantinya dengan sumber energi yang lebih berkelanjutan dan terbarukan. Sebelum melakukan hal ini, kejadian cuaca ekstrem akan terus menghancurkan kehidupan dan penghidupan,” tandasnya.
Wartawan : Fathia Nurul Haq
Penulis : Gungsri Adisri
Komentar