logo loading

Green Lifestyle

Depresi dan Kecemasan Bikin Waktu Terasa Lebih Lambat

Survei menyebut 80% orang Amerika merasa kehilangan waktu setelah didiagnosis depresi.

 Rabu, 24 April 2024

Ilustrasi. Survei melaporkan 80% orang Amerika yang didiagnosis menderita depresi dan kecemasan merasa kehilangan waktu. (PEXELS//Engin Akyurt).


Denpasar. Survei nasional di Amerika Serikat (AS) bertajuk GeneSight Mental Health Monitor mengungkap orang yang mengalami depresi dan kecemasan merasa waktu berjalan lebih lambat. Jika kamu merasakan hal serupa, kamu tidak sendirian kok.

Survei tersebut melaporkan 44% orang Amerika mengaku kehilangan waktu berharga mereka karena masalah kesehatan mental yang buruk. Lebih parahnya, mereka yang didiagnosis menderita kecemasan atau depresi, melaporkan 80% merasa kehilangan waktu.

Kondisi ini boleh dibilang menyedihkan, mengingat mereka merasa kehilangan waktu hingga bertahun-tahun. Hal ini bukan sekadar angka, tetapi mewakili momen-momen yang hilang, pengalaman yang terlewatkan, dan beban penyakit mental yang sangat berat sepanjang hidup.

Lalu, seperti apa kehilangan waktu karena kesehatan mental? Konsep 'waktu yang hilang' mungkin saja abstrak. Tetapi faktanya, konsekuensinya sangat nyata. Lebih dari separuh orang dengan kecemasan atau depresi patah hari karena melewatkan peristiwa besar di dalam hidup mereka.

Momen-momen yang dimaksudkan, yaitu perayaan pernikahan, wisuda, kelahiran anak, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, mereka yang hadir secara fisik sekali pun, 71% di antaranya mengklaim kesehatan mental menghalangi mereka untuk merasa hadir.

Bayangnya kamu dikelilingi orang-orang terkasih, namun kamu merasa terputus dan tidak berpartisipasi penuh. "Bagi pasien yang sedang berjuang, waktu berjalan lebih lambat dibandingkan kita semua," tutur Debbie Thomas, Praktisi Perawat Psikiatri di Louisville, Kentucky, dilansir earth.com, Selasa (23/4).

"Salah satu pasien saya mengaku bahwa ketika mereka terbangun di pagi hari, mereka menghitung berapa jam sebelum mereka dapat kembali tidur. Itu cukup jelas ketika seseorang berada dalam depresi dan kecemasan yang parah," lanjut Thomas.

Lebih jauh ia mengatakan 60% pasien pada episode depresi merasa energi mereka terkuras habis. Kelelahan ini bukan hanya menguras fisik, tapi juga emosional. Sementara, separuh responden mengaku seperti terbangun dari kabut yang membingungkan dan gambarannya kabur.

Lalu, 47% pasien mengalami kesedihan dan frustasi mendalam karena kehilangan waktu. Kekecewaan berkepanjangan ini menggarisbawahi kesadaran seiring berjalannya waktu, bahwa momen-momen yang hilang akibat perjuangan kesehatan mental tidak bisa pulih.

"Pasien yang kehilangan waktu karena episode depresi atau kecemasan sering merasa kehilangan, yang semakin memperumit situasi kesehatan mental mereka. Banyak pasien saya mengatakan mereka bersyukur merasa lebih baik, tapi mereka khawatir hal itu akan terjadi lagi," kata Sharon Philbin, Perawat Terdaftar Praktik Lanjutan di Pawtucket, Rhode Island.

Philbin menyarankan setiap orang memprioritaskan kesehatan mental mereka untuk kesejahteraan dan menjalani kehidupan yang memuaskan. Caranya, tetap aktif melakukan aktivitas fisik, seperti olahraga. Kemudian, makan dengan baik yang memenuhi nutrisi untuk kesehatan otak.

Selain itu, tidur yang cukup. Kurang tidur dapat memperburuk stres, kecemasan, dan depresi. Usahakan tidur teratur, tidur dan bangun pada waktu yang sama setiap hari. Selanjutnya, berinteraksi sosial, baik dengan teman maupun keluarga, dan mengelola stres melalui meditasi, yoga, atau latihan pernafasan.

Kemudian, hindari alkohol dan obat-obatan. Keduanya diyakini dapat memperburuk gejala kecemasan dan depresi dalam jangka panjang. Terakhir, cari bantuan tenaga profesional dalam menangani penyakit mental jika kamu merasa kewalahan atau tak mampu mengatasinya.


Wartawan : Gungsri Adisri

Penulis : Gungsri Adisri

Komentar

Terpopuler