Green News
AI Bisa Identifikasi Ancaman Terhadap Satwa Liar Loh!
Perdagangan satwa liar kelelawar marak terutama selama pandemi Covid.
Kamis, 21 Maret 2024
Selain untuk diambil dagingnya, ada juga perdagangan kelelawar sebagai barang antik atau obat-obatan. (PEXELS/Hitchhike).
Jakarta. Eksploitasi satwa liar apalagi yang terancam punah, semakin memprihatinkan. Namun ada kabar baik dari sebuah studi yang mengungkapkan bahwa kecerdasan buatan (AI) dan media sosial dapat menjadi alat berharga dalam mendeteksi ancaman terhadap eksploitasi satwa liar seperti kelelawar.
Mengutip pemberitaan earth.com pada pekan lalu, studi yang dipimpin oleh University of Sussex menggunakan AI untuk menyaring data online dari berbagai platform termasuk Facebook, X/Twitter, Google dan Bing. Data dikumpulkan dengan tujuan untuk mengungkap cakupan global ancaman perburuan dan perdagangan kelelawar.
Dengan mengembangkan sistem otomatis, tim studi dapat melakukan pencarian skala besar di beberapa platform secara efisien. Teknologi AI kemudian menyaring puluhan ribu hasil untuk menyusun database yang komprehensif mengenai “catatan eksploitasi kelelawar” dari bukti yang diamati atau bersifat anekdot.
Baca juga:
Profil The Body Shop, Perusahaan Besutan Aktivis Lingkungan yang Bangkrut di Banyak Negara
Tidak seperti studi lapangan tradisional, AI memungkinkan tim mengakses data dalam skala besar dan menyelesaikan analisis global. “Menggunakan sumber data seperti ini memberikan cara berbiaya rendah untuk membantu kami memahami ancaman terhadap satwa liar secara global,” kata penulis utama Bronwen Hunter, seorang mahasiswa PhD di bidang konservasi dan ilmu data di Sussex.
Manfaat lain dari metode itu yakni lebih banyak informasi dapat diperoleh secara real-time. Dengan begitu, tim dapat memastikan untuk terus mengetahui informasi terkini mengenai ancaman yang ada.
Meskipun populasi kelelawar mencapai seperlima dari seluruh mamalia global, lebih dari separuh kelelawar diklasifikasikan sebagai “terancam punah” atau “kekurangan data.” Sementara tingkat reproduksi yang lambat dan masa hidup yang panjang, membuat kelelawar rentan terhadap tekanan dari mamalia berukuran lebih besar.
Perburuan dan penjualan kelelawar untuk diambil dagingnya menjadi sorotan selama pandemi Covid. ”Namun ada juga perdagangan kelelawar sebagai barang antik atau obat-obatan,” kata penulis senior studi, Fiona Mathews, seorang profesor biologi lingkungan di Sussex.
Padahal kelelawar berperan penting dalam ekosistem sebagai penyerbuk, penyebar benih dan pengendali hama. Kit Stoner, CEO Bat Conservation Trust berharap hasil studi tersebut dapat menawarkan cara untuk memantau perdagangan satwa liar beroperasi dan mencari cara untuk menggagalkannya.
Komentar