Green News
8 dari 10 Orang Desak Larangan Plastik Sekali Pakai Secara Global
Survei dilakukan jelang perundingan putaran keempat perjanjian PBB mengenai polusi plastik.
Senin, 15 April 2024
Survei mengungkap 8 dari 10 orang di dunia mendesak larangan plastik sekali pakai demi mengakhiri krisis polusi plastik. (iStock).
Denpasar. Survei mengungkap delapan dari 10 orang mendesak larangan plastik sekali pakai secara global. Survei Ipsos melibatkan 24 ribu orang di 32 negara dilakukan oleh WWF dan Plastic Free Foundation.
Survei dilakukan jelang perundingan putaran keempat perjanjian mengenai polusi plastik oleh PBB yang akan berlangsung di Ottawa, Kanada, pada akhir April 2024.
Dilansir Forbes, Minggu (14/4), survei menyebut lahir pemahaman bahwa larangan saja tak cukup untuk mengakhiri krisis polusi plastik. Karenanya, perlu ada langkah-langkah seperti mewajibkan produsen berinvestasi menyediakan sistem daur ulang.
Eirik Lindebjerg, Pimpinan Plastik Global WWF International, mengatakan survei ini ajakan untuk bertindak agar masyarakat di seluruh dunia prihatin dan sadar isu polusi plastik.
"Orang-orang dapat melihat bahwa ini salah dan kita perlu melakukan sesuatu untuk mengatasinya. mereka mengatakan ini sebuah masalah dan mereka siap untuk hidup di dunia tanpa produk-produk bermasalah itu dan meminta pemerintah untuk menerapkan hal tersebut," ujar Lindebjerg.
Lebih lanjut dia menuturkan, negosiasi mengenai polusi plastik akan menjadi penentu dalam menciptakan perjanjian yang dinamis, yang akan membentuk sistem peraturan global baru.
"Mayoritas negara di dunia telah menyepakati sebelum pertemuan itu bahwa mereka memandang larangan global sebagai bagian penting dari perjanjian tersebut. Meski, sebagian kecilnya masih menilai hal itu berlebihan. Akan menarik menyaksikan banyak menteri yang datang ke Kanada untuk bernegosiasi," jelasnya.
Rebecca Prince-Ruiz, Pendiri dan Direktur Eksekutif Plastic Free July dan Plastic Free Foundation menambahkan opini publik mendukung transformasi mendalam dalam hubungan manusia dengan plastik.
Namun, ia mencatat sebagian kecil negara mencoba bergerak ke arah berlawanan, dengan menuntut pendekatan opt-in dalam negosiasi perjanjian. "Hal ini tidak sejalan dengan harapan masyarakat global dan bukti bawah peraturan yang kuat dan mengikat adalah satu-satunya cara melawan masalah polusi plastik," terang dia.
Wartawan : Gungsri Adisri
Penulis : Gungsri Adisri
Komentar