logo loading

Green News

6 Tumbuhan Terbaik untuk Restorasi Gambut versi BRIN

BRIN menilai keenam tumbuhan untuk restorasi gambut dikarenakan laju pertumbuhannya terbaik dengan tingkat kematian rendah.

 Senin, 11 Maret 2024

BRIN menilai keenam tumbuhan untuk restorasi gambut dikarenakan laju pertumbuhannya terbaik dengan tingkat kematian rendah. (PEXELS/Lauri Poldre).


Denpasar. Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laode Alhamd menyebut ada enam jenis tumbuhan terbaik untuk merestorasi lahan gambut.

Keenam tumbuhan tersebut adalah acronychia porter, eugenia clavatum, calophyllum biflorum, shorea teysmaniana, lithocarpus leptogyne, dan palaquium leiocapum, yang memiliki laju pertumbuhan terbaik dengan tingkat kematian rendah.

“Jenis-jenis tumbuhan tersebut melengkapi tumbuhan yang sudah dikenal dalam restorasi ekosistem gambut, seperti ramin, jelutung, punak, meranti rawa, balangeran, nyatoh, dan perepat,” ujarnya dalam keterangan resmi dilansir Antara, Sabtu (9/3).

Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Anang Setiawan Achmadi menuturkan Indonesia memiliki hutan rawa gambut tropis seluas 13,4 juta hektare (Ha). Potensi itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan hutan gambut terluas di dunia.

Menurut Anang, ekosistem unik yang terbentuk secara alami sejak ribuan tahun lalu itu memegang peranan penting sebagai salah satu faktor pengendali perubahan iklim global, termasuk pengatur tata air, penurun emisi karbon, dan penyimpan biodiversitas.

“Perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut berbasis riset dan inovasi sangat penting dan masih menjadi tantangan bersama, baik secara nasional maupun internasional,” terang dia.

Sementara itu, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Budi Hadi Narendra menambahkan bahwa upaya restorasi lahan gambut dengan fungsi lindung harus diusahakan melalui pembasahan dan pemeliharaan kedalaman muka air tanah.

“Selain itu, budi daya pertanian dapat diterapkan dengan menggunakan jenis-jenis tanaman adaptif,” jelasnya.

Ia menyebut pengelolaan pertanian secara intensif di lahan gambut akan menghasilkan nilai kerapatan gambut yang lebih tinggi. Namun, ia mengingatkan nilai porositas, kadar air total tanah, dan variabel konduktivitas hidroliknya menjadi rendah.

Kondisi ini mengakibatkan degradasi fisik dan hidrolik gambut yang dapat mengurangi fungsinya dalam menyimpan, menampung, dan mengalirkan air.

“Berkurangnya fungsi ekosistem gambut dapat meningkatkan kerentanan terhadap bencana kekeringan hidrologis dan risiko kebakaran,” pungkasnya.


Wartawan : Gungsri Adisri

Penulis : Gungsri Adisri

Komentar

Terpopuler