Green News
Sepertiga Remaja Inggris Yakin Isu Perubahan Iklim 'Lebay'
Minggu, 21 Januari 2024
Ilustrasi. Sepertiga remaja di Inggris meyakini bahwa isu perubahan iklim dilebih-lebihkan seiring dengan ramainya kampanye hitam di YouTube. (PEXELS/Robin Erino).
Denpasar. Sepertiga remaja di Inggris meyakini bahwa isu perubahan iklim dilebih-lebihkan alias lebay. Berdasarkan survei yang dilakukan perusahaan jajak pendapat Survation, 31 persen responden Inggris berusia 13-17 tahun setuju dengan pernyataan perubahan iklim dan dampaknya sengaja dilebih-lebihkan.
Centre for Countering Digital Hate (CCDH), lembaga nirlaba yang mengawasi konten-konten digital, melaporkan angka tersebut meningkat di kelompok remaja, yang merupakan pengguna terbanyak media sosial yang menggunakan satu platform selama lebih dari empat jam sehari.
Tidak heran, sebab CCDH melansir ada lebih dari 12.058 video YouTube terkait iklim yang diunggah oleh 96 saluran (channel) selama hampir enam tahun, sejak 1 Januari 2018 hingga 30 September 2023.
Unggahan tersebut antara lain berisi mengenai gagasan bahwa solusi iklim tidak berhasil, ilmu pengetahuan tentang iklim dan gerakan iklim tidak dapat diandalkan, dan dampak pemanasan global tidak berbahaya. Sebaliknya, justru bermanfaat.
Narasi penyangkalan perubahan iklim yang mempertanyakan ilmu pengetahuan dan solusi mencakup 35 persen dari seluruh konten di YouTube pada 2018 silam.
Kini, angkanya mewakili sebagian besar menjadi 70 persen. Unggahan itu juga mengajak penontonnya untuk mendiskreditkan solusi perubahan iklim dan orang-orang yang mendorong aksi iklim.
Imran Ahmed, Kepala Eksekutif CCDH, mengatakan sebetulnya para ilmuwan telah memenangkan pertarungan dalam memberi informasi kepada masyarakat tentang perubahan iklim dan penyebabnya.
“Itu sebabnya mereka menantang aksi iklim dan mengalihkan fokus mereka dengan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap solusi dan sains,” ujarnya dilansir Guardian, Jumat (19/1).
Ironisnya, sambung Ahmeda, gerakan penolakan perubahan iklim berkembang pesat selama enam tahun terakhir. “Munafik jika perusahaan media sosial mengklaim diri mereka ramah lingkungan, tetapi memonetisasi dan menyebarkan kebohongan soal iklim,” tegasnya.
“Sudah waktunya bagi platform digital menolak untuk memperkuat atau memonetisasi konten penolakan iklim yang sinis, yang melemahkan keyakinan masyarakat terhadap kapasitas kolektif kita untuk menyelesaikan tantangan umat manusia yang paling mendesak saat ini,” tandasnya.
Wartawan : Gungsri Adisri
Komentar