Green News
Ancaman Perubahan Iklim Makin Real Terhadap Ibu Hamil dan Bayi
Krisis iklim bisa memicu berbagai masalah kehamilan
Jumat, 28 Juni 2024
Ilustrasi. Krisis iklim bisa memicu berbagai masalah kehamilan (Pexels/Leah Newhouse)
Gen Z, sadar kan kalau saat kita hidup di dalam ancaman perubahan iklim? Tak hanya bumi dan kita yang merasakan dampaknya, perubahan iklim juga mengancam kehidupan manusia masa depan, khususnya para ibu hamil dan bayi yang akan lahir ke dunia ini.
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengangkat isu penting terkait bagaimana krisis iklim bisa memicu berbagai masalah kehamilan, termasuk risiko kelahiran prematur.
Hal itu disampaikan Hasto dalam “Peringatan HUT ke-73 Ikatan Bidan Indonesia” pada Senin (24/6), seperti dilansir kantor berita Antara. Hasto menekankan peran bidan dalam memperkuat sistem ketahanan nasional menghadapi krisis iklim, dengan mengadopsi tema International Day of Midwives 2024, yang mengangkat bidan sebagai solusi vital dalam menghadapi perubahan iklim.
Menurut Hasto, pemanasan global bukan hanya tentang perubahan suhu bumi, tetapi juga tentang bagaimana perubahan iklim mempengaruhi kehidupan prenatal. Berbagai studi menunjukkan bahwa kondisi krisis iklim yang memburuk dapat menyebabkan komplikasi seperti intrauterine growth retardation, meningkatnya kasus bayi berat lahir rendah (BBLR), serta kenaikan angka preeklampsia akibat paparan polusi.
Tantangan ini menambah beban dalam usaha menurunkan angka kematian ibu, yang menjadi target utama BKKBN dalam memastikan setiap kehamilan berjalan dengan sehat dan aman.
Saat ini, angka kematian ibu nasional adalah 189 per 100.000 penduduk, dan pada 2024 ditargetkan 183 per 100.000. Sedangkan pada 2030, ujarnya, targetnya adalah 70 per 100.000 penduduk.
Selain masalah kehamilan, katanya, perubahan iklim juga meningkatkan risiko kematian akibat panas serta kontaminasi sumber air dan udara, serta menurunnya kualitas udara yang dapat meningkatkan masalah-masalah pernapasan dan kerawanan pangan.
Dia mencontohkan, pada masyarakat yang tinggal di tepi pantai, sanitasinya kurang aman dan bersih. Saluran jamban yang digunakan tidak berbentuk seperti leher angsa, sehingga tidak ada tutupan air.
Wartawan : Akshara Abraham
Penulis : Akshara Abraham
Komentar