Green News
Peneliti: Sektor Teknologi Berpotensi Picu Greenflation
Rabu, 24 Januari 2024
Ilustrasi. Peneliti Indef menilai sektor teknologi berpotensi memicu greenflation atau inflasi hijau dalam transisi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT). (PEXELS/Ali Madad Sakhirani).
Denpasar. Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef Dhenny Yuartha menilai sektor teknologi berpotensi memicu greenflation atau inflasi hijau dalam transisi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT).
Sebab, salah satu upaya untuk beralih menuju EBT adalah dengan mengaplikasikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), yang komponennya banyak berasal dari luar negeri.
“Mungkin, greenflation ini akan muncul dari barang-barang teknologi, seperti solar panel. Solar panel ini kan kita masih impor untuk teknologi-teknologi tersebut,” ujar Dhenny dalam diskusi publik, seperti dilansir Antara, Senin (22/1).
Tak hanya PLTS, sambung Dhenny, pemanfaatan teknologi lain yang berkaitan dengan transisi EBT juga masih mengandalkan impor. Hal ini yang akan berimbas pada inflasi, mengingat Indonesia masih mengenakan tarif impor cukup tinggi untuk barang atawa teknologi ramah lingkungan.
Greenflation disebut-sebut oleh calon wakil presiden (cawapres) nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka dalam debat keempat cawapres pada Minggu (21/1). Ia menanyakan strategi mengatasi greenflation kepada cawapres Mahfud MD.
Namun demikian, Dhenny menyebutkan inflasi hijau belum menjadi isu yang perlu dikhawatirkan, mengingat penetapan target transisi energi Indonesia masih belum maksimal.
“Tapi, kalau kita lihat targetnya (transisi energi) di Indonesia sebenarnya nggak terlalu ambisius ya. Target renewable energy-nya. Jadi, greenflation sebenarnya belum jadi isu untuk case di Indonesia,” terang dia.
Wartawan : Gungsri Adisri
Komentar