logo loading

Green Culture

Kecerdasan Buatan Berkelanjutan, Solusi Krisis Perubahan Iklim

Kecerdasan buatan berkelanjutan diharapkan menyelaraskan kebutuhan manusia dan ketersediaan sumber daya alam.

 Sabtu, 30 Desember 2023

Lima orang didapuk menjadi panutan dalam industri kecerdasan buatan karena menggunakan pendekatan berkelanjutan. Foto ilusrrasi: Pexels/Cottonbro Studio.


Denpasar. Sekelompok pendiri, peneliti dan eksekutif di industri kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) menggunakan pendekatan berkelanjutan. Mereka dinilai bertanggung jawab atas keseimbangan antara kebutuhan manusia dan ketersediaan sumber daya alam (SDA) untuk mengarahkan solusi krisis iklim.

Business Insider pada Sabtu (30/12), merangkum lima panutan teratas di antara 100 orang teratas yang dianggap menciptakan AI berkelanjutan. Siapa saja mereka?

  • Patrick Beukema

Beukema meraih gelar PhD atau doktor filsafat dalam ilmu saraf. Ia mengerjakan model kecerdasan buatan untuk decoding otak yang menganalisis aktivitas otak untuk menguraikan apa saja yang dilihat dan dipikirkan manusia. Ia juga membantu mengembangkan model AI lainnya di bidang hukum.

Saat ini, Beukema menjadi insinyur di Allen Institute for AI yang fokus pada konservasi laut. Ia mengerjakan Skylight, yang menggunakan model pembelajaran mesin untuk mengenali perilaku kapal yang mencurigakan, seperti penangkapan ikan secara ilegal untuk memperingatkan pihak berwenang.

  • Himanshu Gupta

Gupta memimpin permodelan karbon pada proyek emisi Pemerintah India pada 2013 dan 2014. Ketika itu ia mengungkap betapa rentannya rantai pasokan terhadap perubahan iklim dan lingkungan.

Dari kamar asramanya di Stanford University, tempat Gupta belajar ilmu lingkungan dan bisnis, Gupta mendirikan ClimateAi, yakni platform ketahanan iklim berbasis kecerdasan buatan untuk bisnis.

Sejak 2017 silam, perusahaan yang dia dirikan, yang memproduksi merek-merek The Wonderful Company dan Dole Food, tersebut telah menerima pendanaan sebesar US$ 38 juta.

  • Jason Koeller

Koeller mendirikan Chemix pada 2021, perusahaan rintisan (startup) yang memanfaatkan kecerdasan buatan untuk menemukan bahan kimia yang tepat dalam baterai kendaraan listrik. Tujuannya, membantu mengurangi kebergantungan indusri terhadap bahan tambang, litium dan nikel.

Ia memiliki latar belakang pendidikan fisika teoretis dan ilmu baterai eksperimental. Bersama Universitas Toronto, ia meneruskan penelitian tentang pembuatan dan penggunaan baterai kendaraan listrik ramah lingkungan di Kanada.

  • Karen Panetta

Kontribusi Panetta pada ilmu komputasi sudah diakui sejak 1990an. Karyanya dalam memajukan visi komputer dan simulasi algoritmik membantu penerapan berbagai disiplin ilmu, mulai dari meningkatkan pencitraan medis, melacak gajah di Kenya, hingga melestarikan lautan.

Ia juga mencetak sejarah sebagai insinyur listrik perempuan pertama yang menerima jabatan di departemen teknik listrik dan komputer di Universitas Tufts, tempat ia bekerja sebagai profesor sejak 1994.

Panetta bahkan menjadi penasihat para pemimpin dunia dan menerima Penghargaan Presiden untuk keunggulan sains, matematika dan teknik pendampingan dari mantan presiden Barack Obama pada 2010 silam.

  • Antoine Rostand

Rostand adalah seorang insinyur lapangan di industri minyak dan gas (migas) sebelum mendirikan Schlumberger Business Consulting, perusahaan konsultan energi terkemuka.

Pada 2016 silam, ia mendirikan Kayrros, yang menggabungkan citra satelit dan data lainnya dengan pembelajaran mesin dan algoritma perangkat lunak untuk memantau dan mengukur aktivitas sumber daya alam di seluruh dunia.

Awalnya, perusahaan itu hanya melacak produksi dan penyimpanan migas. Kini, perusahaan Rostand melacak emisi metana, degradasi hutan hujan, dan data terkait iklim.


Wartawan : Gungsri Adisri

Penulis : Gungsri Adisri

Komentar

Terpopuler