Green News
Hutan Hujan Amazon Terancam Kritis pada 2050
Selasa, 20 Februari 2024
Separuh dari hutan hujan Amazon berpotensi mencapai titik kritis pada 2050 mendatang karena tekanan air dan deforestasi. (PEXELS/Tom Fisk).
Denpasar. Studi mengungkap separuh dari hutan hujan Amazon berpotensi mencapai titik kritis pada 2050 mendatang karena tekanan air, deforestasi, dan perubahan iklim.
Studi tersebut, yang merupakan analisis terkomprehensif mengenai dampak-dampak gabungan dari aktivitas manusia lokal dan krisis iklim global, mengingatkan hutan telah melampaui batas aman dan memaksa langkah perbaikan untuk memulihkan daerah-daerah yang telah terdegradasi, serta meningkatkan ketahanan ekosistem.
Bernardo Flores dari Universitas Federal Santa Catarina, Brasil, yang menjadi penulis utama studi tersebut, mengaku terkejut dengan hasilnya, yang memproyeksikan potensi pergeseran dari penurunan hutan yang lambat menjadi cepat lebih awal dari yang diperkirakan.
Baca juga:
Manfaat Hutan Bagi Makhluk Hidup
Dia menyebut hutan Amazon telah menjadi lebih rapuh dan lebih homogen. "Pada 2050, penurunan akan berlangsung dengan cepat. Kita harus bertindak sekarang. Sebab, setelah melampaui titik kritis kita akan kehilangan kendali atas bagaimana sistem tersebut akan bereaksi,” ujar Flores dilansir the Guardian, Senin (19/2).
Dibutuhkan langkah-langkah internasional karena menghentikan deforestasi secara lokal saja tidak akan menghindarkan keruntuhan tanpa ada penurunan global dalam emisi CO2 yang mengganggu iklim.
Meskipun telah bertahan selama 65 juta tahun terhadap variasi iklim, hutan Amazon kini menghadapi tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat kekeringan, panas, kebakaran, dan penebangan hutan, yang bahkan merambah ke daerah-daerah pusat yang dalam dari ekosistem tersebut.
Alhasil, situasi ini mengubah fungsi hutan, dengan produksi hujan yang lebih rendah di banyak wilayah, dan mengubahnya dari penyerap karbon dioksida menjadi penghasil emisi karbon.
Kekhawatiran terkait titik kritis Amazon telah menjadi pembahasan selama dua dekade terakhir, dengan model-model sebelumnya menunjukkan titik kritis tersebut dapat terjadi ketika 20-25 persen hutan telah ditebang.
Wartawan : Ronatal Siahaan
Komentar