Green News
Subsidi BBM Ancam Transisi Energi di Indonesia
Komitmen Indonesia terhadap transisi energi dipertanyakan karena subsidi besar yang masih terus digelontorkan untuk BBM.
Jumat, 01 Maret 2024
Ilustrasi. Ekonom dan pemerhati lingkungan sama-sama mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan subsidi BBM dan mengarahkan kembali penghematan tersebut untuk memperkuat infrastruktur energi terbarukan.
Denpasar. Indonesia telah menerima pendanaan iklim melalui program Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP) senilai US$20 miliar atau setara Rp 313 triliun pada 2022 untuk membantu transisi energi di Indonesia. Namun, komitmen Indonesia terhadap transisi energi dipertanyakan seiring subsidi besar yang masih terus digelontorkan untuk bahan bakar minyak (BBM).
Pemerintah menghabiskan ratusan triliun rupiah setiap tahun untuk menyubsidi biaya bahan bakar sehingga harganya lebih murah. Walaupun kebijakan tersebut dimaksudkan untuk meringankan beban ekonomi, para ahli menilai, kebijakan tersebut juga melemahkan penggunaan kendaraan listrik dan menghambat investasi dalam infrastruktur energi terbarukan.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pemerintah telah menetapkan target subsidi energi sebesar Rp 186,9 triliun. Ini terdiri dari Rp 113,3 triliun untuk subsidi BBM dan Gas Petroleum Cair (LPG), serta Rp 73,6 triliun untuk subsidi listrik.
“Subsidi ini membuat bahan bakar fosil jauh lebih menarik daripada alternatifnya yang lebih bersih. Indonesia merugikan dirinya sendiri dengan kebijakan ini,” ujar M. Rizki Kresnawan, Pakar Kebijakan Energi di Monash University, seperti dilansir The Diplomat, Rabu (28/2).
Indonesia memiliki cadangan nikel yang melimpah dan penting untuk produksi baterai dan kendaraan listrik sehingga berpotensi menjadi pemain utama dalam rantai pasokan energi terbarukan. Namun demikian, para ahli melihat, potensi ini akan tetap tak tergarap apabila harga BBM di dalam negeri tetap murah karena disubsidi.
Pemerintah Indonesia menghadapi tekanan yang meningkat untuk menyelaraskan kebijakan ekonominya dengan target iklim yang ambisius. "Presidensi G20 menyorot praktik energi Indonesia. Saatnya untuk bertindak, bukan hanya janji," demikian tertulis dalam laporan terbaru oleh Institute for Sustainable Development (IISD).
Isu reformasi subsidi sering kali cukup sensitif secara politik dan sangat tantangan. Pemerintah menghadapi potensi reaksi publik jika mengurangi subsidi. Namun, organisasi iklim internasional dan para ahli terus menekankan konsekuensi jangka panjang dari kegagalan mempercepat adopsi energi bersih.
Ekonom dan pemerhati lingkungan sama-sama mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan subsidi BBM. Hasil penghematan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat infrastruktur energi terbarukan dan program sosial untuk memitigasi dampak negatif dari transisi ini.
Wartawan : Ronatal Siahaan
Komentar