Green News
Efek Kesehatan dari Krisis Iklim Makin Nyata, Kehilangan Jam Tidur hingga Penyebaran Penyakit
Orang-orang di seluruh dunia menghadapi ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap kesehatan mereka akibat iklim yang berubah dengan cepat.
Rabu, 30 Oktober 2024
Ilustrasi. Perubahan iklim memecahkan rekor pada 2023. (Pexels/Markus Spike)
Jakarta. Laporan Lancet Countdown tentang kesehatan dan kerusakan iklim mengungkapkan bahwa orang-orang di seluruh dunia menghadapi ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap kesehatan mereka akibat iklim yang berubah dengan cepat. Angka kematian akibat panas, kerawanan pangan, dan penyebaran penyakit menular akibat krisis iklim mencapai rekor tertinggi pada tahun lalu.
"Pencatatan tahun ini tentang ancaman kesehatan yang akan terjadi akibat tidak adanya tindakan untuk mengatasi perubahan iklim mengungkapkan temuan yang paling memprihatinkan," kata Dr. Marina Romanello, direktur eksekutif Lancet Countdown di University College London, seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (30/10).
Ia mencatat perubahan iklim mencapai rekor pada tahun lalu yang tampak dari terjadinya gelombang panas ekstrem, peristiwa cuaca yang mematikan, dan kebakaran hutan yang dahsyat. Tidak ada individu atau ekonomi di planet ini yang kebal [terhadap] ancaman kesehatan akibat perubahan iklim.
Laporan tersebut menemukan bahwa pada tahun 2023, kekeringan ekstrem yang berlangsung setidaknya satu bulan telah memengaruhi 48% wilayah daratan global. Orang-orang harus menghadapi suhu yang mengancam kesehatan selama 50 hari lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya tanpa adanya krisis iklim. Akibatnya, 151 juta orang menghadapi kerawanan pangan sedang atau parah, yang berisiko mengalami malnutrisi dan gangguan kesehatan lainnya.
Kematian akibat panas di antara mereka yang berusia di atas 65 tahun juga meroket hingga 167% pada 2023, dibandingkan tahun 1990-an. Tanpa adanya krisis iklim, populasi global yang menua berarti kematian tersebut akan meningkat, tetapi hanya sebesar 65%. Suhu tinggi juga menyebabkan rekor 6% lebih banyak jam tidur yang hilang pada 2023 dibandingkan dengan rata-rata tahun 1986–2005. Kurang tidur memiliki efek negatif yang mendalam pada kesehatan fisik dan mental.
Cuaca yang lebih panas dan kering menyebabkan badai pasir dan debu dalam jumlah yang lebih banyak, yang menyebabkan peningkatan 31% jumlah orang yang terpapar konsentrasi partikel yang sangat tinggi. Penyakit yang mengancam jiwa seperti demam berdarah, malaria, dan virus West Nile juga terus menyebar ke wilayah baru akibat suhu yang lebih tinggi.
Laporan ini juga mencatat, pemerintah dan perusahaan terus berinvestasi dalam bahan bakar fosil meski perubahan iklim kian nyata. Penggunaan bahan bakar fossil mengakibatkan emisi gas rumah kaca tertinggi sepanjang masa dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Pada tahun 2023, emisi karbon dioksida terkait energi global mencapai titik tertinggi sepanjang masa, 1,1% di atas tahun 2022. Proporsi bahan bakar fosil dalam sistem energi global meningkat untuk pertama kalinya dalam satu dekade pada 2021 mencapai 80,3% dari seluruh energi.
Direktur jenderal Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus menekankan bahwa krisis iklim adalah krisis kesehatan. Seiring dengan meningkatnya suhu bumi, frekuensi dan intensitas bencana terkait iklim akan meningkat dan tidak ada satu wilayah pun yang tidak terpengaruh.
Perlu ada solusi signifikan yang saling menguntungkan untuk dapat memerangi perubahan iklim dan dampaknya ke kesehatan. Keputusan yang kita buat saat ini akan menentukan tingkat keparahan dan luasnya dampak iklim yang diwariskan kepada generasi muda di masa depan.
Wartawan : Asmaraloka Amerta
Penulis : Asmaraloka Amerta
1-31 Desember 2024
Komentar