Green News
Badan Lingkungan Hidup: Eropa Tak Siap Hadapi Krisis Iklim
Badan Lingkungan Hidup Eropa (EEA) menyebut setidaknya ada 36 risiko iklim yang teridentifikasi dan berpotensi parah, lima di antaranya bahkan memerlukan tindakan segera.
Rabu, 13 Maret 2024
Ilustrasi. Badan Lingkungan Hidup Eropa (EEA) menyebut setidaknya ada 36 risiko iklim yang teridentifikasi dan berpotensi parah, lima di antaranya bahkan memerlukan tindakan segera. (PEXELS/Center of Ageing Better).
Denpasar. Badan Lingkungan Hidup Eropa (EEA) melaporkan negara-negara di Eropa tak siap menghadapi risiko iklim yang berkembang pesat. Setidaknya, ada 36 risiko iklim yang teridentifikasi dan berpotensi parah, di antaranya lima risiko memerlukan tindakan segera.
“Analisis baru kami menunjukkan bahwa Eropa menghadapi risiko iklim mendesak yang berkembang lebih cepat dibandingkan kesiapan masyarakatnya,” ujar Direktur Eksekutif EEA Leena Ylä-Mononen, dilansir the Guardian, Senin (11/3).
Laporan tersebut, sambung dia, menunjukkan betapa parahnya ancaman iklim. Risiko yang paling memburuk dan mendesak ditangani adalah tekanan suhu, banjir bandang, dan banjir yang diakibatkan luapan air sungai, termasuk kesehatan ekosistem pesisir dan laut, serta kebutuhan dana solidaritas untuk pemulihan pascabencana.
Para peneliti menilai enam risiko yang terjadi di Eropa Selatan, yang disebut sebagai wilayah ‘hotspot,’ membutuhkan tindakan segera mungkin untuk keamanan tanaman dan melindungi manusia, bangunan dan alam dari kebakaran hutan.
Menurut Robbert Biesbroek, penulis laporan dari Universitas Wageningen, ada semakin banyak bukti mengenai adaptasi, namun itu saja tidak cukup. “Ini tidak berjalan cukup cepat dan tidak menjangkau mereka yang paling membutuhkan. Ini cukup menakutkan,” katanya.
Apalagi, laporan tersebut juga memperingatkan risiko-risiko yang mungkin meningkat dan bertambah. Misalnya, cuaca panas yang akan mengeringkan wilayah Eropa bagian selatan, termasuk mematikan tanaman dan menyusutkan pasokan air. Kondisi itu akan mengeraskan tanah, sehingga meningkatkan potensi banjir banjir bandang, yang berarti kebakaran hutan dapat menyebar lebih cepat.
Baca juga:
Makan Rumput Laut Bisa Selamatkan Bumi, Kok?
Di sisi lain, pemerintah yang berupaya merespons krisis akan terbebani sumber daya-nya. Begitu pula dengan masyarakatnya yang terlambat melakukan persiapan. “Risiko ini jauh melebihi perkembangan kebijakannya,” ungkap Blaž Kurnik, Ketua Kelompok Dampak dan Adaptasi EEA.
Diketahui, suhu benua biru memanas lebih parah dibandingkan benua lain sejak era Revolusi Industri. Suhu di bumi memanas dua kali lebih cepat dari rata-rata global karena karbon dioksida menyumbat atmosfer dan memerangkap sinar matahari.
Wartawan : Gungsri Adisri
Penulis : Gungsri Adisri
Komentar